Selasa, 28 April 2015

Temanku Pahlawan

Temanku Pahlawan 

Temanku Pahlawan, adalah sebuah judul lagu. Lagu ini pernah beberapa kali dinyanyikan oleh Christopher Abimanyu dengan iringan “Twilight Orchestra” pimpinan Addie MS. Mendengarkan lagu ini, terasa nuansa batin dari bagaimana kita mengenang orang yang sangat kita hormati. Lebih-lebih bila kita juga turut mencermati isi syair nya, maka alunan lagu tersebut dapat membuat bulu kuduk kita merinding.
Beberapa kali mendengar lagu ini dinyanyikan, saya terasa hanyut dibawa alunan nada dan makna syair nya yang sangat dekat dengan nilai-nilai tentang etika, akal budi dan tentu saja yang paling dominan adalah patriotisme. Terasa irama yang membawa hanyut perasaan tentang nilai-nilai bernegara dan berbangsa diringi rasa kebangaan yang dapat menggiring kearah fanatisme yang nyaris dapat menjadi membabi buta.
Coba kita perhatikan 2 kalimat pertamanya yang berbunyi sebagai berikut :
Teringat ku kan padamu, pahlawan Indonesia
Waktu kau hendak kembali ke alam yang baka
Tidakkah itu sangat menggugah perasaan? kemudian kita simak kalimat selanjutnya :
Terbayang roman mukamu yang suci dan berseri
Saat tiba ‘kan menghadap kehadirat Illahi
Nah, apa lagi “refrein” nya yang mengatakan seperti ini :
Dengan tulus dan ikhlas kau korbankan jiwamu
Kau basahi bumi d’ngan darah ksatriamu
Dan sebagai closing remark, syairnya mengatakan sebagai berikut :
Tak akan lenyap jasamu, dari pada ingatan
Perjuangan ku teruskan, sampai ke akhir zaman
Betapa syair lagu, dan juga tentunya bagi mereka yang pernah mendengar alunan lagu ini, berisi penuh sekali semangat membela bangsa yang tidak kenal kata menyerah apalagi putus asa.
Sangat tertarik dengan lagu ini, saya kemudian mempelajarinya, dan pada kesempatan memperingati 100 tahun hari penerbangan tanggal 17 Desember 2003 di Hotel Gran Melia , saya menyanyikan lagu ini dengan diiringi oleh “Twilight Orchestra” pimpinan Addie MS. Saat menyanyikan lagu ini, syair pertama saya modifikasi sedikit, menyesuaikan tema peringatan hari penerbangan yang makna nya adalah penghormatan bagi pahlawan dirgantara yang telah merintis berkembangnya industri penerbangan. Dengan modifikasi itu, maka kalimat atau syair baris pertama dari lagu itu menjadi berbunyi sebagai berikut :
Teringat ku ‘kan padamu Pahlawan Dirgantara
Waktu kau hendak kembali ke alam yang baka.
Ternyata, lagu itu telah banyak sekali menggugah para senior Angkatan Udara, yang menanggapinya dengan positif dan penuh respect. Salah satu respon positif yang kemudian saya terima , adalah sebuah surat tertulis dari seorang senior Purnawirawan PATI Angkatan Udara bernama Bapak Oerip Kadirun, yang ternyata adalah juga ex-anggota TRIP Jawa Timur. Dua lembar surat terdiri dari satu lembar berisi tulisan tangan beliau dan selembar lainnya adalah naskah lagu Temanku Pahlawan, lengkap dengan “partitur” nya.
Adapun tulisan tangannya, berbunyi sebagai berikut :
1. Alm. Soewandi, bersama dengan 6 orang anggota TRIP Jatim lainnya terluka dalam suatu pertempuran jarak dekat di daerah perbukitan Baksari (daerah Krian) pada tanggal 24 Februari 1946. Mereka di evakuasi ke RS Militer Gatul (Mojokerto). Karena parahnya luka-luka almarhum, Soewandi kemudian dipindahkan ke RS Militer Celaket (Malang), dimana dia meninggal pada tanggal 2 Maret 1946 dan dimakamkan di TMP Malang.
2. Diantara kita, alm Soewandi dikenal sebagai seorang penyair. Salah satu karyanya (dan juga yang terakhir) adalah yang berjudul “Temanku Pahlawan”. Syair yang ditulis diatas secarik kertas ditemukan didalam saku kemeja yang dikenakannya pada saat dia tertembak pada peristiwa Baksari dimaksud diatas.
3. Syair tersebut diaransir sebagai suatu lagu oleh saudara Abdussaleh (seorang anggota TRIP lainnya). Syair dan lagu tersebut kemudian dijadikan suatu ode bagi teman-teman yang gugur dikemudian hari - Bahkan bait terakhirnya (“Perjuangan kuteruskan sampai ke akhir jaman”) telah kita jadikan motto hidup kita sampai dengan hari ini.
Tandatangan,
O.Kadiroen
ex - anggota TRIP Jatim.
Demikian isi surat yang saya terima dalam tulisan tangan yang sangat “rapih” khas tulisan model bapak-bapak kita yang berpendidikan Belanda. Sampai saat ini kedua lembar kertas tersebut saya simpan dengan cermat dalam arsip pribadi saya. Niat saya , adalah akan menyerahkannya kepada Dinas Penerangan Angkatan Udara, pada kesempatan pertama. Tiada lain, agar dokumen-dokumen semacam ini dapat menambah perbendaharaan Institusi sekelas TNI Angkatan Udara dalam mengoleksi benda sejarah yang dapat memberikan nyawa dan semangat tambahan bagi generasi muda penerus bangsa dalam perjalanan karier dan pengabdiannya kepada sang ibu pertiwi dan bapak Angkasa yang sama kita cintai.
Jakarta 12 April 2009
Chappy Hakim

Rabu, 22 April 2015

Bapak, ini untukmu...

Secara tak sengaja saya membaca BLOG anakku, luar biasa, aku terharu (mbrebes mili...),  karena isinya sangat "menyentuh". TERIMA KASIH ANAKKU... SEMOGA KAU SUKSES MENJALANI KEHIDUPAN DUNIA YANG FANA INI, TETAP JADI ANAK YANG SHOLEHA DAN INSYA ALLOH KITA BERKUMPUL BERSAMA-SAMA DENGAN ORANG-ORANG YANG BERIMAN, SHOLIHIN, TABIIN, NABIIN,DI SURGA KELAK.

Bapak, ini untukmu...


Detik-detik menjelang keberangkatanmu menuju kota pintu rizkimu, izinkan aku tuk menumpahkan perasaanku yang sudah tak kuat lagi untuk kubendung.
Selalu ada cerita yang kau bawa saat kau kembali berkumpul bersama kami, termasuk di dalamnya kau berusaha hasut aku hingga jauh ke dasar pemikiranku agar aku bisa lebih darimu kelak.
Andai kau tahu apa inginku, aku ingin kau bawa aku bersamamu, menemanimu. Walau ku tahu kita tetap tak bisa bersama sepanjang waktu, karena kita sudah disibukkan dengan dunia kita masing-masing. Tapi itu tetap tak apa bagiku. Berharap aku dapat mengurangi rasa sepimu. Biarlah aku dibuat tenang sedikit. Dan lenyapkan keragu-raguan yang membayang tentangmu.
Rasa takutku juga tak belum juga sirna hingga kini adalah bila aku tak dapat menyenangkanmu. Aku dengan egoku yang tak dapat dipisahkan kerap membuatmu pastinya tidak bahagia. Kau tentukan aku dengan jalan lain yang sama sekali belum aku pahami. Bukannya aku tak mau turuti perintahmu, bukannya aku ingin sok-sokan dengan mimpiku, bukannya aku meremehkan maumu. Sesungguhnya aku takut impian yang selama ini ku rajut nyatanya tidak seperti kehendakmu. Aku punya mimpi sendiri yang membuatku bahagia dan bergairah menjalani hidup ini, aku bahagia karena aku yakin akan memilikinya sesegera mungkin. Tapi semuanya semu bagiku bila kau tidak meridhoinya. Semoga aku dapat buktikan bahwa aku mampu menggenggam mimpi pilihanku, dan kau akan tersenyum bangga melihatku.
Ya Allah, jadikan aku permata hatinya yang baik. Tanamkanlah jiwanya pada diriku. Jiwanya yang luar biasa, tak mudah menyerah, semangat, berani, tekun, pekerja keras, dan jiwa kepemimpinannya yang mulia.
Ya Allah, aku rindu kebersamaan dengannya. Tapi bila aku tetap tidak dikehendaki untuk menemaninya, kumohon agar Kau yang menjaganya di siang dan malamnya, Kau melindungi dari godaan-godaan dunia yang menggila di kotanya, Kau menolongnya saat ia sudah mulai beranjak jauh dariMu, dan berilah selalu kasihMu yang tak terbatas.
Bapak, kaulah malaikat di keluarga ini. Kaulah yang kami tunggu-tunggu kedatangannya setiap hari Sabtu dini hari, kaulah yang kami tunggu-tunggu di setiap bunyi telepon rumah yang bordering, kaulah yang selalu berusaha memberikan secara adil permintaan kami. Kami mencintaimu. Jarak yang membentang tidak akan pernah bisa pudarkan sedikitpun rasa cinta ini.
Minggu, 14 Agustus 2011
12.54 AM
Salam Rindu,
Permata hatimu yang amat mencintaimu

Selasa, 21 April 2015

Menjadi Dosen di Indonesia

Menjadi Dosen di Indonesia

Semua profesi tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangannya, pun menjadi dosen.
Salah satu hal baik menjadi dosen di Indonesia adalah kemudahannya menjadi dosen tetap/ tenure. Di beberapa negara lain, tak mudah menjadi dosen tetap. Kawan-kawan saya yang bergelar Doktor di Jepang atau Perancis, misalnya mesti mengikuti post-doc dulu, menerbitkan disertasi-nya menjadi buku, baru bisa melamar menjadi dosen tetap, itupun kalau ada lowongan (kabarnya semakin jarang). Kompetisi-nya juga cukup ketat karena portofolio di bidang akademik seperti publikasi ilmiah amat menentukan. Kalaupun ada kasus master menjadi dosen tetap, ini hal yang amat langka sekali, mungkin hanya untuk orang-orang cemerlang saja.
Di indonesia, syarat menjadi dosen hanya bergelar master saja. Bahkan beberapa tahun lalu, orang bergelar sarjana bisa menjadi dosen tetap. Aku-pun menjadi dosen tetap PNS ketika masih sarjana dan kemudian melanjutkan kuliah S2 dan sekarang S3 dalam status sebagai dosen tetap. Artinya titik berangkat menjadi dosen di Indonesia jauh lebih mudah daripada di negara lain yang saya ketahui.
Dalam kondisi semacam ini, tentu saja wajar jika kualitas pendidikan tinggi di Indonesia masih tertinggal dari negara-negara lain yang semua dosennya bergelar Doktor. Hal ini nampaknya disadari pemerintah dengan menggelontorkan beasiswa S2 dan S3 baik di dalam dan luar negeri. Jumlah beasiswanya amat banyak, kabarnya kuota tak pernah tercapai. Namun sayang, pengelolaan beasiswa-nya berjalan buruk, datangnya uang sering terlambat dan banyak ketidakpastian informasi. Walaupun begitu, jumlah penerima manfaat (baca: beasiswa) dari pemerintah cukup besar, sampai tahun 2012, tercatat 29.632 dosen/calon dosen sedang disekolahkan di dalam negeri dengan berbagai skema dan 3662 dosen/calon dosen juga sedang disekolahkan ke luar negeri dengan berbagai skema. (studi.dikti.go.id)
Artinya akan ada lonjakan dosen bergelar master dan doktor dalam beberapa tahun ini, sedangkan diharapkan tak ada lagi dosen bergelar sarjana. Oh ya, silahkan baca data dosen berdasarkan pendidikan disini. 
Namun Dosen di Indonesia memang menghadapi persoalan yang tak mudah untuk menghasilkan performance yang baik.
Diluar buruknya fasilitas, perpustakaan atau seringnya tak ada meja kerja bagi dosen (di beberapa banyak kampus), persoalan yang cukup sering dibahas memang soal  penghasilan. Hal ini sudah bolak-balik dibahas di berbagai forum. Terakhir seorang dosen PNS bergelar master lektor IIId diomeli dan dianggap tidak bersyukur karena mengeluhkan gaji-nya yang lebih kecil dari tukang sampah dan penjaga apartemen di perancis. Aku juga pernah menuliskan perbandingan menjadi dosen di indonesia dan malaysia di sini.
Seberapa besar/kecil-kah gaji dosen di Indonesia?
Gaji pokok seorang dosen di Indonesia sama kecilnya dengan PNS lain di Indonesia. Silahkan dilihat disini, golongan satu dan dua PNS di Indonesia lebih kecil dari UMR beberapa Provinsi di Indonesia. kalau dosen pengangkatan pertama IIIb MKG 0 tahun ya gaji pokoknya Rp. 2.278.900, beberapa puluh ribu diatas UMP Jakarta ;). Memang ada tambahan tunjangan beras/istri/anak, jumlahnya beberapa ratus ribu saja. Silahkan bandingkan dengan gaji pertama beberapa perusahaan swasta/bumn berikut disini. Oh ya, ada juga sih beberapa kampus swasta yang menggaji dosennya dengan standar perusahaan swasta yang baik, gaji pertamanya sekitar tiga atau empat kali gaji pertama dosen PNS di Indonesia.
Hmm tapi sejujurnya, dibandingkan dengan pekerjaan lain, dosen adalah pekerjaan yang menarik. Cepat atau lambatnya karir seorang dosen, lebih tergantung dari kapasitas dan produktivitasnya. Semakin produktif menghasilkan karya ilmiah, terutama di Jurnal terakreditasi dikti atau jurnal internasional, semakin cepat laju karirnya.
Seorang dosen di Indonesia memiliki empat jenjang jabatan fungsional (Jafung)/ jabatan akademik dosen.
Mari kita simulasikan bagi mereka bergelar S2 jika berkarir menjadi dosen.
Ketika melamar dan diterima statusnya Tenaga Pengajar, artinya dosen yang belum memiliki jabatan fungsional dosen.  Setelah setahun biasanya sudah boleh mengajukan jafung asisten ahli. Angka kredit asisten ahli IIIb hanya 150 yang sudah pasti bisa didapatkan dari ijazah S2, namun tentu saja mesti tetap ditambah 10 kredit dari kegiatan penelitian, pengajaran dan pengabdian, plus ditambah mesti punya publikasi minimal di jurnal nasional. Sesuai Perpres 65 tahun 2007 tunjangan fungsional jumlahnya Rp.375.000,- sedangkan lektor Rp. 700.000,-
Dua tahun kemudian bisa mengajukan kenaikan ke jabatan fungsional lektor dengan angka kredit 200-399. Artinya mesti mengumpulkan angka kredit sebanyak minimal 100 dari kegiatan tridharma: pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Proses pengajuan ke lektor bisa lebih cepat jika memiliki Jurnal nasional terakreditasi dikti .atau Jurnal internasional bereputasi, bahkan bisa lompat jabatan fungsional.
Nah dua tahun kemudian bisa mengajukan kenaikan ke jabatan fungsional lektor kepala. Jumlah kredit lektor kepala adalah antara 400-849.  Berapa tunjangan lektor kepala? Rp. 900.000,-
Nah, kasta tertinggi di dunia perdosenan adalah menjadi Profesor. Dulu, menjadi profesor syaratnya memiliki angka kredit 850, bergelar doktor, minimal 3 tahun jadi lektor kepala dan punya satu tulisan di jurnal terakreditasi dikti, gampang kan?
Kini sesuai permenPAN 46 2013, syaratnya menjadi jauh lebih sulit karena selain angka kredit minimal 850 seorang LK baru bisa mengajukan menjadi Profesor setelah tiga tahun memiliki ijazah Doktor (kecuali punya tulisan di jurnal internasional berputasi setelah meraih gelar doktor), dua tahun menjadi LK dan memiliki tulisan di Jurnal Internasional bereputasi sebagai penulis pertama, dan minimal 10 tahun menjadi dosen.  Tunjangan seorang Profesor memang hanya Rp. 1.350.000,- namun bisa mendapatkan tunjangan kehormatan sebesar dua kali gaji pokok.
Oh ya, untuk anda yang cemerlang, ada kesempatan lompat dari asisten ahli ke lektor kepala dan dari lektor ke guru besar. Perhatikan tabel di bawah ini:
Screenshot 2014-08-05 12.51.28
Hmm berikut tabel tunjangan fungsional dosen menurut Perpres 65 tahun 2007 yang beberap kali saya sebutkan di atas:
Screen Shot 2013-05-18 at 6.45.16 PM
Oh ya, sumber pendapatan lain bagi dosen adalah sertifikasi dosen yang sudah berjalan beberapa tahun lalu. Jumlah tunjangan sertifikasi dosen adalah satu kali gaji pokok. Namun baru 47% dosen di Indonesia yang tersertifikasi, sisanya 57% belum bersertifikasi yang artinya juga belum mendapatkan tunjangannya.(http://www.koran-sindo.com/node/313281).  baru 39% dosen Indonesia yang sudah tersertifikasi. Sisanya, 69% belum tersertifikasi. Syarat sertifikasi juga (dibuat) semakin berbelit dan aneh sulit. Tahun ini ada syarat berkas tambahan, sertifikat TOEFL dan TPA yang entah apa hubungannya dengan sertifikasi dosen. Data tentang sertifikasi dosen bisa dibaca di sini.
Karena itulah, menjadi Profesor secepat mungkin adalah jalan terbaik dalam berkarir sebagai dosen. Dari sisi finansial, bisa mendapatkan empat kali gaji pokok, plus tunjangan fungsional guru besar. Mari kita hitung secara kasar, katakanlah seorang profesor golongan IVd dengan MKG 10 tahun dengan gaji pokok Rp. 3.412.000, maka take home pay-nya adalah (Rp. 3.412.000,-X4) + Rp. 1.350.000,-. = Rp. 14. 998.000,-.
Jumlah tersebut lebih dari dua kali lipat dari Lektor Kepala IIId MKG 10 tahun yang mendapatkan (Rp. 2. 801.000,- X 2) + Rp. 900.000,- = Rp. 6.502.000,-.
Jika punya jabatan, maka akan mendapatkan pendapatan tambahan sebagai berikut (Perpres 65 tahun 2007):
Screen Shot 2013-05-18 at 6.27.20 PM
Maka, karena besarnya jumlah pendapatan Profesor, jumlah dosen yang mengajukan diri menjadi profesor melonjak drastis. Menurut Supriadi Rustad, hanya 30% yang diterima dalam pengajuan menjadi Profesor setiap bulannya. Sisanya, 70% ditolak karena berbagai alasan antara lain: karena alasan pelanggaran etika dan profesionalisme, seperti pemalsuan dokumen karya ilmiah. Pemalsuan itu seperti mencantumkan jurnal rakitan, jurnal ”bodong”, artikel sisipan, label akreditasi palsu, nama pengarang sisipan, buku lama sampul baru, dan nama pengarang berbeda. (www.suaramerdeka.com). masih menurut Supriadi Rustad, pada tahun 2012 di Ditjen Dikti dari pengajuan Profesor  sebanyak 115 orang, hanya 77 orang yang layak menjadi Profesor. (http://www.jpnn.com/read/2013/02/09/157651/Gelar-Guru-Besar-tak-Sembarangan-)
Namun tentu saja tak bisa kita menggeneralisir bahwa semua orang yang mengajukan jabatan fungsional adalah mereka yang menghalalkan segala cara. Entah kenapa, ada saja orang-orang yang membuat opini negatif tentang orang-orang yang mengajukan diri menjadi Profesor. Coba saja baca tulisan ini http://edukasi.kompasiana.com/2013/04/28/akal-akalan-dosen-busuk-untuk-menjadi-profesor-550981.html. Sayangnya tulisan tak berimbang semacam ini tersebar luas dan kemudian membuat opini kuat bahwa mereka yang mengajukan jabatan fungsional Profesor adalah dosen mata duitan dan menghalalkan segala cara.
Apakah semua begitu?
Padahal  kalau mau berpikir lebih seimbang — tanpa memungkiri banyak yang curang juga — ada juga dosen yang menjadi Profesor karena bekerja keras dan jujur, bahkan mendapatkannya di usia muda. Contoh cukup baik misalnya Agung Eko Nugroho di UGM atau Eko Prasojo dan Ibnu Hamad di UI. silahkan baca tulisan tentang menjadi Profesor (Guru Besar) disini. Kemudian menurut peraturan terbaru, profesor juga memiliki kewajiban khusus berupa menulis di jurnal internasional, menyebarluaskan ilmu (presentasi di seminar) dan menulis buku, yang dievaluasi setiap lima tahun.
Jadi seperti ide awal di tulisan ini, karir dosen memang tergantung dari seberapa kompetensi dan produktivitas seorang dosen. Jika Ia produktif dan bersekolah dengan semangat sampai S3, maka laju karirnya juga bisa cepat. Namun jika malas sekolah dan juga tidak produktif meneliti dan publikasi, tentu saja akan terlindas zaman.
Berbagai perubahan ini menimbulkan dampak serius. Ada (sebagian) dosen yang telanjur berumur dan belum sekolah Doktor yang karirnya terancam  mengalami stagnasi.  Sebaliknya ada juga (sebagian) dosen  yang sudah/ sedang bersekolah Doktor baik di dalam dan luar negeri yang bisa melaju karirnya. Namun juga tidak mudah karena harus terus berproduksi (baca: meneliti dan publikasi). Jika malas, juga sulit untuk mencapai karir tertinggi menjadi Profesor. Bahkan Lektor Kepala yang sudah berijazah doktor-pun sekarang tidak mudah menjadi Guru Besar karena harus memiliki publikasi di Jurnal internasional bereputasi. Bahkan bagi yang telanjur jadi profesor-pun sekarang muncul aturan pencabutan tunjangan jika tak mampu menghasilkan publikasi di jurnal internasional,
Oh ya, satu lagi. bagaimana nasib dosen yang masih S1 ya?, secara misalnya peraturan-peraturan baru sudah tidak mencantumkan dosen S1 di dalamnya. Pendidikan minimal dosen sesuai UU Guru dan Dosen No. 14 2005 adalah magister untuk mengajar jenjang Diploma dan Sarjana. Nah dosen berpendidikan S1 memiliki waktu sampai 30 Desember 2015, persis sepuluh tahun setelah UU Guru dan Dosen diundangkan. Penjelasan super-komplit dari Bunda Fitri bisa dibaca di sini.
Hmmm… inilah dunia dosen, bagaimana menurut anda?
disclaimer: Oh ya, tulisan ini lebih banyak soal dosen PNS, maklum tak tahu banyak dunia dosen swasta, mungkin baik juga jika ada yang mau menuliskannya :)
update:
Penting ! Artikel terkait dan Panduan Komplit dengan regulasi terbaru:
1. Panduan Memulai Berkarir Sebagai Dosen di Indonesia Jika Anda Bergelar Doktor
2. Panduan Memulai Berkarir Sebagai Dosen di Indonesia Jika Anda Bergelar Master
3. Mari Menjadi Guru Besar
Dengan banyaknya perkembangan dunia perdosenan dan pendidikan tinggi, maka saya membuat website khusus sebagai rumah dosen di  di www.dosenindonesia.net. Semoga bermanfaat dan barokah ya.
~@ abdul hamid Fisip Untirta

Rabu, 15 April 2015

TAMU YANG MENCERDASKAN

Siang ini seperti biasa saya berada di kantor. Sedikit bercerita, saya adalah staff magang di pusat informasi dan humas Universitas Airlangga. Masih sama dengan hari lain, tugas kami disini salah satunya adalah menerima tamu. 
Tepat pukul 11 siang, pintu kantor diketuk. Saya dan staff lain mempersilakan tamu ini untuk masuk dan duduk. sebelum sempat kami selesai mempersilakan duduk, si Tamu bertanya, "Pak, Bu, ini bener kampus C Unair Mulyorejo?". 
Dengan ramah kami meng-iyakan. Namun sekali lagi beliau bertanya pertanyaan serupa. Dengan heran kami kembali meng-iyakan. Namun terkejutnya kami ketika si Tamu berteriak girang, "horeee!! saya lulus!". Lalu si Tamu bercerita bahwa dia adalah siswa SLB, usianya 34 tahun namun kemampuan otaknya setara dengan anak usia 13 tahun. 
Namanya Aput, dia dari Wonosari, Yogjakarta. Tujuannya kesini adalah untuk ujian. Ujian? Awalnya kami heran. Namun ternyata Aput sedang menjalankan ujian pencarian alamat. Bayangkan dengan kapasitas otaknya yang setara 13 tahun, ia menuju Surabaya, kota sebesar ini sendirian (ingat, dia dari Yogjakarta, 10 jam dari Surabaya). Ia hafal benar ia harus naik bus Eka sampai Bungur Asih dan 2 kali naik angkutan umum untuk sampai ke Kampus kami. Belum selesai disana, ketika kami menawarkan minum, ia menolak dengan alasan ia dilarang untuk meminta minta. Keukeuhnya prinsip tidak meminta minta ini sampai memaksa kami mencari alasan lain agar ia menerima air minum itu (ia tampak sangat lelah dan kehausan). Kami berdalih bahwa air minum itu adalah hadiah karena dia sudah lulus ujian (bisa menemukan alamat adalah ukuran kelulusannya).
Disela perbincangan kami ia bercerita bahwa di sekolahnya ia belajar baca tulis, ketrampilan, dan agama. Ia menyebutkan ada dua agama disana yang pertama adalah agama Allahuakbar (red. Islam) dan pak Yesus (red. Kristen/Katolik). kebetulan ia beragama Allahuakbar tuturnya. 
Lama berbincang, ia teringat bahwa hari ini adalah hari Jumat. Ia membacakan (dia hafal, tanpa teks) surat Al-Jumu'ah bagi kami. Suaranya merdu dan bacaaannya benar, dia juga hafal dengan baik. Saya dan rekan kerja saya sampai luluh dan menangis. Dia juga memberi tahu kami bahwa ada aturan yang harus ditaati selama ujian ini. Pertama adalah boleh bertanya, namun tidak boleh diantar. Kedua adalah tidak boleh naik kendaraan yang bersifat mengantar seperti taxi dan becak. Ketiga, tidak boleh meminta - minta. dan masih banyak aturan lain yang mengoyak nurani saya. Saya jadi berfikir, sudahkah kita memiliki moral sebaik tamu Tuna Grahita ini? Bahkan dia mencari tempat sampah untuk membuang sampahnya. Sedangkan kita? Ada satu celetukan polos yang ia tanyakan pada kami. Ia bertanya, berapa banyak ayam yang harus dijual untuk pergi ke Mekah? Untuk ke Surabaya saja ia harus menjual ayam 3 ekor. Ia ingin ke mekah karena sudah bisa mengaji.
Dari tamu ini saya belajar banyak tentang makna hidup, kejujuran, bagaimana berjuang dan terus memotivasi diri sendiri. Dia berkata bahwa dia dilarang bersedih. "Kata pak Guru aku ngga boleh sedih, kalo sedih nanti bodo lagi", ucapnya polos. Dari sini, masih bisa sombongkah kita bahwa mahasiswa adalah makhluk paling pintar dan paling baik moralnya? Mari belajar dari sekitar, termasuk dia :)
- sebagaimana ditulis oleh Intan Putri Purnama Ningrum di note fb nya - 
https://www.facebook.com/notes/intan-putri-purnama-ningrum/tamu-yang-mencerdaskan/725384040833096