Temanku Pahlawan
Temanku Pahlawan, adalah sebuah judul lagu.
Lagu ini pernah beberapa kali dinyanyikan oleh Christopher Abimanyu
dengan iringan “Twilight Orchestra” pimpinan Addie MS.
Mendengarkan lagu ini, terasa nuansa batin dari bagaimana kita mengenang
orang yang sangat kita hormati. Lebih-lebih bila kita juga turut
mencermati isi syair nya, maka alunan lagu tersebut dapat membuat bulu
kuduk kita merinding.
Beberapa kali mendengar lagu ini dinyanyikan, saya terasa hanyut dibawa
alunan nada dan makna syair nya yang sangat dekat dengan nilai-nilai
tentang etika, akal budi dan tentu saja yang paling dominan adalah
patriotisme. Terasa irama yang membawa hanyut perasaan tentang
nilai-nilai bernegara dan berbangsa diringi rasa kebangaan yang dapat
menggiring kearah fanatisme yang nyaris dapat menjadi membabi buta.
Coba kita perhatikan 2 kalimat pertamanya yang berbunyi sebagai berikut :
Teringat ku kan padamu, pahlawan Indonesia
Waktu kau hendak kembali ke alam yang baka
Tidakkah itu sangat menggugah perasaan? kemudian kita simak kalimat selanjutnya :
Terbayang roman mukamu yang suci dan berseri
Saat tiba ‘kan menghadap kehadirat Illahi
Nah, apa lagi “refrein” nya yang mengatakan seperti ini :
Dengan tulus dan ikhlas kau korbankan jiwamu
Kau basahi bumi d’ngan darah ksatriamu
Dan sebagai closing remark, syairnya mengatakan sebagai berikut :
Tak akan lenyap jasamu, dari pada ingatan
Perjuangan ku teruskan, sampai ke akhir zaman
Betapa syair lagu, dan juga tentunya bagi mereka yang pernah mendengar
alunan lagu ini, berisi penuh sekali semangat membela bangsa yang tidak
kenal kata menyerah apalagi putus asa.
Sangat tertarik dengan lagu ini, saya kemudian mempelajarinya, dan pada kesempatan memperingati 100 tahun hari penerbangan tanggal
17 Desember 2003 di Hotel Gran Melia , saya menyanyikan lagu ini dengan
diiringi oleh “Twilight Orchestra” pimpinan Addie MS. Saat
menyanyikan lagu ini, syair pertama saya modifikasi sedikit,
menyesuaikan tema peringatan hari penerbangan yang makna nya adalah
penghormatan bagi pahlawan dirgantara yang telah merintis berkembangnya
industri penerbangan. Dengan modifikasi itu, maka kalimat atau syair
baris pertama dari lagu itu menjadi berbunyi sebagai berikut :
Teringat ku ‘kan padamu Pahlawan Dirgantara
Waktu kau hendak kembali ke alam yang baka.
Ternyata, lagu itu telah banyak sekali menggugah para senior Angkatan
Udara, yang menanggapinya dengan positif dan penuh respect. Salah satu
respon positif yang kemudian saya terima , adalah sebuah surat tertulis
dari seorang senior Purnawirawan PATI Angkatan Udara bernama Bapak
Oerip Kadirun, yang ternyata adalah juga ex-anggota TRIP Jawa Timur.
Dua lembar surat terdiri dari satu lembar berisi tulisan tangan beliau
dan selembar lainnya adalah naskah lagu Temanku Pahlawan, lengkap dengan
“partitur” nya.
Adapun tulisan tangannya, berbunyi sebagai berikut :
1. Alm. Soewandi, bersama dengan 6 orang anggota TRIP Jatim lainnya
terluka dalam suatu pertempuran jarak dekat di daerah perbukitan Baksari
(daerah Krian) pada tanggal 24 Februari 1946. Mereka di evakuasi ke
RS Militer Gatul (Mojokerto). Karena parahnya luka-luka almarhum,
Soewandi kemudian dipindahkan ke RS Militer Celaket (Malang), dimana dia
meninggal pada tanggal 2 Maret 1946 dan dimakamkan di TMP Malang.
2. Diantara kita, alm Soewandi dikenal sebagai seorang penyair.
Salah satu karyanya (dan juga yang terakhir) adalah yang berjudul “Temanku Pahlawan”.
Syair yang ditulis diatas secarik kertas ditemukan didalam saku kemeja
yang dikenakannya pada saat dia tertembak pada peristiwa Baksari
dimaksud diatas.
3. Syair tersebut diaransir sebagai suatu lagu oleh saudara
Abdussaleh (seorang anggota TRIP lainnya). Syair dan lagu tersebut
kemudian dijadikan suatu ode bagi teman-teman yang gugur dikemudian hari
- Bahkan bait terakhirnya (“Perjuangan kuteruskan sampai ke akhir jaman”) telah kita jadikan motto hidup kita sampai dengan hari ini.
Tandatangan,
O.Kadiroen
ex - anggota TRIP Jatim.
Demikian isi surat yang saya terima dalam tulisan tangan yang sangat “rapih”
khas tulisan model bapak-bapak kita yang berpendidikan Belanda.
Sampai saat ini kedua lembar kertas tersebut saya simpan dengan cermat
dalam arsip pribadi saya. Niat saya , adalah akan menyerahkannya
kepada Dinas Penerangan Angkatan Udara, pada kesempatan pertama. Tiada
lain, agar dokumen-dokumen semacam ini dapat menambah perbendaharaan
Institusi sekelas TNI Angkatan Udara dalam mengoleksi benda sejarah yang
dapat memberikan nyawa dan semangat tambahan bagi generasi muda penerus
bangsa dalam perjalanan karier dan pengabdiannya kepada sang ibu
pertiwi dan bapak Angkasa yang sama kita cintai.
Jakarta 12 April 2009
Chappy Hakim