Rabu, 03 Juni 2015

Rahasia Sukses Program Doktoral

Rahasia Sukses Program Doktoral

Saya tidak begitu mengerti banyak tentang bagaimana menjalankan studi S3 dengan sukses. Ketika saya mendapatkan kesempatan untuk belajar di Washington University in St. Louis (Washu), jujur saja saya sangat excited tetapi juga ketakutan setengah mati. Saya baru saja lulus program S1 dari universitas di Amerika yang program ekonominya tidak begitu bagus. Salah satu Professor S1 saya juga mengatakan bahwa saya seharusnya mengambil master dulu agar tidak terlalu terkejut dengan program S3 ekonomi. Ia juga menyarankan bahwa apabila saya bisa masuk program master yang lebih bagus, program S3-nya juga mungkin bisa diterima di kampus yang rankingnya lebih bagus lagi. Waktu itu saya tidak ada biaya untuk melanjutkan program S2.
Program S2 ekonomi di Amerika hanyalah program persiapan dan adaptasi. Seseorang yang baru lulus S1 dari jurusan apa saja asal mempunyai background matematika yang kuat bisa mendaftar ke program S3 ekonomi langsung. Nanti selesai lulus program S3-nya, universitas akan memberikan S2 secara “cuma-cuma” juga. Terlebih lagi, banyak program S3 di Amerika yang gratis dibayarkan oleh universitasnya. Bahkan mereka akan memberikan uang saku untuk biaya hidup juga. Dengan pertimbangan ini, saya pun mencoba mendaftar sekolah-sekolah untuk program S3 ekonomi.
Tahun pertama dan kedua saya di sini penuh dengan stress, belajar sampai tengah malam di kampus, merasa tersesat selama pelajaran, dan berkali-kali merasa bodoh. Benar kata professor S1 saya bahwa saya akan kaget begitu saya masuk ke sini. Di akhir tahun pertama akan ada dua ujian kompetensi, bila tidak lulus kami akan dikeluarkan dari program kami. Washu cukup baik. Universitas memberikan kami uang saku yang cukup pada tahun pertama tanpa ada beban apa-apa. Di sekolah lain kadang siswa harus menjadi asisten dosen untuk mendapatkan assisten dosen. Professor saya juga bercerita di sekolahnya dulu di Ohio, bila nilai tidak bagus, uang sakunya akan dipotong. Di Washu tugas mahasiswa tahun pertama hanya satu: belajar dan kami tidak perlu mengkhawatirkan biaya hidup. Kami juga diberikan kesempatan kedua untuk mengikuti ujian kompetensi apabila yang pertama gagal (di kebanyakan sekolah lain, kesempatan kedua ini juga ada).
Saya bersyukur berhasil lulus ujian kompetesi (meskipun harus mencobanya dua kali), dan saya terus mencoba untuk survive di program ini. Jujur saja saya masih tidak tahu rahasia untuk bisa sukses menjalani program S3 (dan saya juga sudah mencoba meng-Google berbagai macam tips yang ada di internet). Untuk tips-tips general, google bisa memberikan berbagai articles dalam hitungan detik. Untuk tulisan ini, saya ingin berbagi saran-saran dari professor-professor saya yang sini. Satu hal yang bisa saya katakan dengan percaya diri sebagai salah satu kunci kesuksesan program PhD adalah punya professor yang peduli padamu. Belajar itu bukan hanya belajar dan mengobservasi, belajar itu adalah proses interaksi dan membagi pikiran dengan orang-orang di lingkungan studimu. Studi saya di sini tidak akan bisa sebaik ini tanpa dukungan dari para professor. Akan kuperkenalkan kepada kalian beberapa dari mereka (menggunakan nama inisial untuk menjaga privasi mereka).
Setelah ujian tengah semester tahun pertama, angkatan saya cukup depresi dengan nilai-nilai kami. Teman-teman angkatan saya datang dari berbagai latar belakang pendidikan, umur, dan pengalaman. Beberapa dari kami baru lulus dari S1 dan sangat kewalahan, kecuali satu anak Cina yang luar biasa pintarnya. Yang lain mempunyai S2 dan beberapa mempunyai pengalam kerja. Satu mempunyai latar belakang bekerja untuk bank pemerintah Korea, murid paling pintar di kelas kami. Karena latar belakang yang berwarna-warni, nilai-nilai kami juga bertebaran di mana-mana. Ada yang konsisten selalu mendapatkan nilai 90-100 dan ada juga yang konsisten mendapat nilai dibawah 30. Nilai saya sendiri melompat-lompat ke mana-mana. Jadi tentu saja kami cukup depresi. Dengan nilai seperti ini bagaimana kami bisa lulus ujian kompetensi?
Melihat mood kami yang jelek, Prof. N menanyakan apakah kami sedih karena nilai-nilai baru saja keluar. Dia tertawa melihat awan-awan gelap memenuhi ruangan. “Ini program S3, kalian harus membiasakan mendapatkan nilai jelek,” katanya. Ia juga mengatakan nilai itu tidak penting, yang penting adalah lulus ujian kompetensi. Setelah ujian kompetensi, kami bisa melakukan penelitian pada topik apapun yang kami mau. Untuk menyemangati kami, dia menceritakan masa S3-nya di Harvard. Gurunya waktu itu adalah Kakutani, seorang teoris matematika yang terkenal juga di kalangan ekonomi. Dia mengatakan bahwa hasil ujian biasanya seperti ini: Satu anak mendapatkan nilai 90an. Satu anak mendapatkan nilai 20an. Sisanya 0. “Dan saya salah satu yang mendapatkan nol,” katanya. Prof. N lalu mengatakan, mereka pernah melihat data dan mencoba menganalisis apakah ada korelasi antara nilai-nilai ujian tahun pertama dengan bagusnya pekerjaan yang murid-murid dapat setelah lulus program S3. Dia mengatakan bahwa tidak ada korelasi sama sekali. “Jadi janganlah berkecil hati, teruslah belajar.” Prof. N selalu mengemail kami setelah nilai keluar untuk meyakinkan kami untuk selalu berusaha. Ia selalu optimistis dan tidak pernah angkuh kepada kami (percayalah ada juga professor-professor yang angkuh terhadap mahasiswanya disini). Iya, tidak merasa malu bila tidak tahu atau salah di kelas (dan percayalah lagi bahwa ada professor yang ditunjukkan bahwa ia salah lalu marah-marah). Kami sangat menghormati dia.
Memasuki tahun kedua, angkatan saya bertemu Prof. A. Dia pria Italia pendek yang sangat sayang pada mahasiswanya. Saat saya berbincang di kantornya, dia mengatakan, “Kalian dari dulu sudah diprogram untuk peduli pada nilai dan mengejar nilai tertinggi. Sekarang kalian harus menghilangkan kebiasaan itu. Jangan khawatir soal nilai, kalian semua akan dapat A dari saya. Yang terpenting adalah pelajarilah topik yang kalian suka, ini penelitian kalian bukan penelitian saya. Kalian disini untuk belajar untuk berpikir dan melakukan research original kalian sendiri.”
Prof. A tidak berbohong, kami semua mendapatkan nilai A dari dia untuk kelasnya. Di kelasnya dia hanya memberikan kuliah dua minggu pertama lalu minggu-minggu berikutnya kami mempresentasikan paper dari journal yang kami pilih asalkan cocok dengan topik Money and Banking. Di tengah-tengah presentasi dia memberikan kami kritik dan pertanyaan. Kadang pernah dia tertidur, lalu kelas berikutnya dia memastikan dia membawa secangkir kopi ke kelas. Yang tidak pernah ia lakukan adalah mengatakan bahwa presentasi kami buruk. Dia bilang anggaplah sebagai latihan. Ada teman saya yang Bahasa Inggrisnya sangat belepotan sehingga presentasinya sangat susah untuk dimengerti. Professor saya tetap saja bertepuk tangan dan mengatakan teruslah latihan lagi.
Sosiaisasi dengan guru adalah kultur yang sangat penting di sekolah manapun kamu berada, tidak khusus di program S3 saja. Dan sosialisasi bentuknya bisa bermacam-macam. Setiap bulan departemen saya mengadakan makan-makan di restoran antara fakultas dan siswa S3 dan setiap semester kami juga selalu ada piknik departemen. Prof A. paling suka menghadiri acara-acara ini. Pernah sekali ini mengadakan beberapa kelas tambahan di malam hari dan ia merayu kami untuk datang dengan pizza. Ia datang ke seketaris departemen untuk menanyakan di mana dia bisa mendapatkan minuman untuk kami. Lalu dia memanggil saya untuk meminta diajarkan cara memesan pizza (lucu perasaan saya waktu itu ketika diminta menjelaskan sesuatu yang sangat trivial). Saya menunjukkan cara memesan delivery online. Dia sangat girang. “Aku mempelajari hal baru hari ini!” katanya.
Tidak terhitungkan cerita-cerita tentang professor-professor saya yang menginspirasi dan selalu membantu saya dalam proses pembelajaran ini. Tentu saja banyak juga kisah-kisah dari para professor yang kurang menyenangkan. Ada kisah-kisah professor yang menakutkan. Saya harus menghela nafas ketika akan mengirim email meminta kritik ide penelitian dari professor-professor yang wajahnya seram. Ada kisah-kisah professor yang unik. Ada satu professor yang tidak membolehkan kami memanggilnya professor tetapi harus memanggilnya Paman M. Lalu dia sendiri memanggil kamu Professor. Apabila anda akan memasuki program S3 ingatlah, para professorlah yang akan menjadi mentormu untuk berkembang. Bila kau menemukan yang cocok, selamat, kau sudah berhasil setengah jalan.

Senin, 04 Mei 2015

Awal Masuknya Islam ke Indonesia

Awal Masuknya Islam ke Indonesia

Awal Masuknya Islam ke Indonesia



Agama Islam tersebar ke seluruh penjuru dunia. Tak terkecuali ke Indonesia. Ada banyak teori dan pendapat yang terdapat pada kisah masuknya ajaran Islam ke Indonesia. Berikut ini dipaparkan teori dan pendapat para sejarawan asal mula masuknya Islam ke Indonesia.  

      Masuknya Islam ke Indonesia

Masalah masuknya Islam ke Indonesia  dan dari daerah atau negara mana Islam datang, banyak teori yang dikemukakan oleh para ahli sejarah. Pertama, Islam sudah datang ke Indonesia sejak abad pertama Hijriah atau abad ke-7. Di antara ilmuwan yang menganut teori ini adalah, J.C. Van Leur, Hamka, Abdullah bin Nuh, D. Shahab dan T.W Arnold.

Menurut J. C. Van Leur, pada tahun 675 di pantai Barat Sumatera telah terdapat perkampungan Arab Islam. Dengan pertimbangan bangsa Arab telah mendirikan perkampungan perdagangannya di Kanton pada abad ke-4. Perkampungan perdagangan ini mulai dibicarakan pada tahun 618 M dan 628 M. Tahun-tahun berikutnya perkembangan perkampungan perdagangan ini mulai mempraktikan ajaran agama Islam. Hal ini mempengaruhi pula perkampungan Arab yang terdapat di sepanjang jalan perdagangan di Asia Tenggara.


Sementara menurut T.W Arnold dan Hamka, Islam masuk ke Indonesia sudah terjadi sejak abad ke-7. Hal ini didasarkan pada kenyataan sejarah bahwa bangsa Arab sudah aktif dalam lapangan perniagaan laut sejak berabad-abad  pertama Masehi. Mereka telah lama mengenal jalur perdagangan laut  melalui Samudera Indonesia. Pendapat ini juga didukung oleh Abdullah bin Nuh dan D. Shahab. Mereka menyatakan bahwa sejak abad ke-7 sudah terjalin hubungan dagang antara Indonesia dengan dunia Arab.

Hal tersebut bukan saja dibuktikan oleh sudah adanya perkampungan perdagangan Arab di pantai Barat Sumatera, tetapi oleh tulisan-tulisan yang dikarang oleh penulis-penulis Arab yang mengindikasikan bahwa mereka sudah sangat mengenal lautan Indonesia. Di antara penulis-penulis Arab tersebut adalah Sulaiman (850 M), Ibnu Rusta (900 M) dan Abu Zaid. Mereka menjelaskan bahwa pelaut-pelaut Arab Islam telah mengenal sekali laut Indonesia. Selain itu dijelaskan pula bahwa bangsa Arab telah mengenal pertambangan timah yang dikuasai oleh Zabaj, yang menurut Sir Thomas W. Arnold adalah Sriwijaya.[1]

Teori kedua, menyatakan bahwa Islam datang di Indonesia pada abad ke-13. Di antara sejarawan yang menganut teori ini adalah C. Snouck Hurgronje dan Bernard H. M. Vlekke didasarkan pada keterangan Marcopolo yang pernah singgah beberapa lama di Sumatera untuk menunggu angin pada tahun 1292 M. Ketika itu dia menyaksikan bahwa di Perlak -di ujung utara pulau Sumatera- penduduknya telah memeluk agama Islam. Namun dia menyatakan bahwa Perlak merupakan satu-satunya daerah Islam di Nusantara ketika itu.[2]

Adapun asal daerah Islam Indonesia, paling tidak ada tiga pendapat. Pertama, berasal dari India. Menurut Pijnapel, Islam Indonesia berasal dari India, terutama dari Gujarat dan Malabar. Pendapat tersebut didukung oleh sejarawan Barat seperti, W. F. Stutterheim, J. C. Van Leur, T. W. Arnold Vlekke, Schrieke dan Cliford Geertz. Menurut W. F. Stutterheim dalam bukunya De Islam enZijn Komst in the Archipel, Islam di Indonesia berasal dari Gujarat dengan dasar batu nisan al-Malik al-Saleh yang wafat pada tahun 1297 M. 

Dalam hal ini beliau berpendapat bahwa relief nisan tersebut bersifat Hinduistis yang mempunyai kesamaan dengan nisan yang terdapat di Gujarat. Sementara itu, Bernard H. M. Vlekke dalam bukunya Nusantara: A History of Indonesia, mengatakan bahwa nisan al-Malik al-Saleh selain mempunyai kesamaan dengan yang ada di Cambay, juga diimpor dari sana pula, karena Cambay merupakan pusat perdagangan Islam abad ke-13. Pendapat tersebut diperkuat dengan kenyataan sejarah yang lain yaitu persamaan ajaran mistik Islam di Indonesia dengan yang berkembang di India.[3]

Kedua, berasal dari Benggali (sekarang Bangladesh). Pendapat ini dikemukakan oleh S. Fatimi, seorang guru besar asal Pakistan. Dengan bersandar kepada pendapat Marcopolo dan Tome Pires, S. Fatimi menyimpulkan bahwa Kerajaan Samudera Pasai pasti berasal dari Benggali. Hal ini dikuatkan dengan terjalinnya hubungan niaga Benggali dan Samudera Pasai sejak zaman purba. Menurut Tome Pires, di samudera Pasai sendiri banyak orang-orang Benggali yang bermukim di daerah tersebut. Namun pendapat ini ditentang oleh Drewes dengan menggunakan pendekatan ajaran fiqih. Menurutnya, penduduk Benggali bermadzhab Hanafi, sementara penduduk Indonesia mayoritas Syafi’i.

Ketiga, berasal dari Arab. Pendapat ini dikemukakan oleh Crawfurd, Keyzer, Nieman, de Hollander, Syekh Muhammad Naquib al-Attas, dalam bukunya yang berjudul Islam dalam Sejarah Kebudayaan Melayu dan mayoritas tokoh-tokoh Islam Indonesia seperti Hamka dan Abdullah bin Nuh. Bahkan Hamka menuduh teori yang mengatakan Islam datang dari Gujarat adalah propaganda, bahwa Islam yang datang ke Asia Tenggara itu tidak murni.[4]

Dari teori Islamisasi oleh Arab dan China, Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam Indonesia, mengaitkan dua teori Islamisasi tersebut. Islam datang ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi. Penyebarannya pun bukan dilakukan oleh para pedagang dari Persia atau India, melainkan dari Arab. Sumber versi ini banyak ditemukan dalam literatur-literatur China yang terkenal, seperti buku sejarah tentang China yang berjudul Chiu Thang Shu. Menurut buku ini, orang-orang Ta Shih, sebutan bagi orang-orang Arab, pernah mengadakan kunjungan diplomatik ke China pada tahun 651 Masehi atau 31 Hijriah. Empat tahun kemudian, dinasti yang sama menerima delegasi dari Tan Mi Mo Ni’, sebutan untuk Amirul Mukminin. Selanjutnya, buku itu menyebutkan, bahwa delegasi Tan Mi Mo Ni’ itu merupakan utusan yang dikirim oleh khalifah yang ketiga. Ini berarti bahwa Amirul Mukminin yang dimaksud adalah Khalifah Utsman bin Affan.[5]

Pada masa berikutnya, delegasi-delegasi muslim yang dikirim ke China semakin bertambah. Pada masa Dinasti Umayyah saja, terdapat sebanyak 17 delegasi yang datang ke China. Kemudian pada masa Dinasti Abbasiyah, ada sekitar 18 delegasi yang pernah dikirim ke China. Bahkan pada pertengahan abad ke-7 Masehi, sudah terdapat perkampungan-perkampungan muslim di daerah Kanton dan Kanfu. Sumber tentang versi ini juga dapat diperoleh dari catatan-catatan para peziarah Budha-China yang sedang berkunjung ke India. Mereka biasanya menumpang kapal orang-orang Arab yang kerap melakukan kunjungan ke China sejak abad ketujuh. Tentu saja, untuk sampai ke daerah tujuan, kapal-kapal itu melewati jalur pelayaran Nusantara.

Beberapa catatan lain menyebutkan, delegasi-delegasi yang dikirim China itu sempat mengunjungi Zabaj atau Sribuza, sebutan lain dari Sriwijaya. Mereka umumnya mengenal kebudayaan Budha Sriwijaya yang sangat dikenal pada masa itu. Kunjungan ini dikisahkan oleh Ibnu Abd al-Rabbih, ia menyebutkan bahwa sejak tahun100 hijriah atau 718 Masehi, sudah terjalin hubungan diplomatik yang cukup baik antara Raja Sriwijaya, Sri Indravarman dengan Khalifah Umar Ibnu Abdul Aziz.[6]

Lebih jauh, dalam literatur China itu disebutkan bahwa perjalanan para delegasi itu tidak hanya terbatas di Sumatera saja, tetapi sampai pula ke daerah-daerah di Pulau Jawa. Pada tahun 674-675 Masehi, orang-orang Ta Shi (Arab) yang dikirim ke China itu meneruskan perjalanan ke Pulau Jawa. Menurut sumber ini, mereka berkunjung untuk mengadakan pengamatan terhadap Ratu Shima, penguasa Kerajaan Kalingga, yang terkenal sangat adil itu.

Pada periode berikutnya, proses Islamisasi di Jawa dilanjutkan oleh Wali Songo. Mereka adalah para muballig yang paling berjasa dalam mengislamkan masyarakat Jawa. Dalam Babad Tanah Djawi disebutkan, para Wali Songo itu masing-masing memiliki tugas untuk menyebarkan Islam ke seluruh pelosok Jawa melalui tiga wilayah penting. Wilayah pertama adalah, Surabaya, Gresik, dan Lamongan di Jawa Timur. Wilayah kedua adalah, Demak, Kudus, dan Muria di Jawa Tengah. Dan wilayah ketiga adalah, Cirebon di Jawa Barat. Dalam berdakwah, para Wali Songo itu menggunakan jalur-jalur tradisi yang sudah dikenal oleh orang-orang Indonesia kuno. Yakni melekatkan nilai-nilai Islam pada praktik dan kebiasaan tradisi setempat. Dengan demikian, tampak bahwa ajaran Islam sangat luwes, mudah dan memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa.

Selain berdakwah dengan tradisi, para Wali Songo itu juga mendirikan pesantren-pesantren, yang digunakan sebagai tempat untuk menelaah ajaran-ajaran Islam, sekaligus sebagai tempat pengaderan para santri. Pesantren Ampel Denta dan Giri Kedanton, adalah dua lembaga pendidikan yang paling penting di masa itu. Bahkan dalam pesantren Giri di Gresik, Jawa Timur itu, Sunan Giri telah berhasil mendidik ribuan santri yang kemudian dikirim ke beberapa daerah di Nusa Tenggara dan wilayah Indonesia Timur lainnya.[7]

Proses masuknya Islam ke Indonesia ini (saluran Islamisasi) melalui berbagai pendekatan. Sedikitnya ada enam pendekatan yang dikemukakan oleh Uka Tjandrasasmita, yaitu: pendekatan perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian dan politik.[8]

Pendekatan perdagangan ini sangat menguntungkan karena diikuti oleh kaum elit/bangsawan yang ada pada waktu itu. Perilaku pedagang muslim yang sangat simpatik akhirnya menarik para bangsawan untuk memeluk ajaran Islam. Dengan modal status sosial (kekayaan) yang lebih baik dibanding masyarakat pribumi pada umumnya, menjadi daya tarik tersendiri bagi puteri-puteri bangsawan untuk menikah dengan saudagar-saudagar muslim, sehingga proses Islamisasi berjalan dengan cepat. Demikianlah yang terjadi dengan Raden Rahmat atau Sunan Ngampel dengan Nyai Manila dan Sunan Gunung Djati dengan Kawunganten.

Jalur lain adalah tasawuf, yaitu proses Islamisasi dengan mengajarkan teosofi dengan mengakomodir nilai-nilai dan budaya bahkan ajaran agama yang ada ke dalam ajaran Islam, dengan tentu saja terlebih dahulu dikodifikasikan dengan nilai-nilai Islam sehingga mudah dimengerti dan diterima. Kemudian melalui jalur kesenian dengan mengambil seni yang pada waktu itu sangat digemari rakyat dengan mengubah ke nuansa yang lebih Islami. Barangkali cara ini yang sering digunakan oleh Sunan Kalijaga seperti kesenian wayang.

Islamisasi juga dengan menggunakan pendekatan politik, yaitu dengan mengislamkan para raja terlebih dahulu. Hal ini karena pengaruh raja -secara politis- banyak menarik penduduk untuk masuk Islam. Sebagaimana yang terjadi di Jawa, Maluku, Sumatera, dan Kalimantan. Dan yang terakhir, melalui jalur pendidikan, yaitu dengan mendirikan pesantren yang kemudian disusul penyebarannya oleh para santri yang telah lulus dari pesantren.[9]

      Kesimpulan

Meski Islam datang pertama kali di kawasan Jazirah Arab, di mana pada tingkat tertentu pengaruh kehidupan tradisi Arab tidak bisa dihindari. Akan tetapi, memaksakan Islam yang sepenuhnya sesuai dengan budaya lokal masyarakat Arab itu jelas bukan menunjukkan nilai universal islam yang sebenarnya. Malah terkadang pemaksaan terhadap budaya Arab justru akan menyebabkan tercerabutnya masyarakat dari akar budayanya sendiri.

Oleh sebab itu, penting untuk disebutkan bahwa Islam yang kini menjadi agama mayoritas masyarakat Indonesia, merupakan hasil proses panjang pengalaman inkulturasi budaya –yang tentu saja- mengilustrasikan adanya sebuah dialektika intensif antara ajaran-ajaran inti Islam dengan tradisi dan tata nilai masyarakat Indonesia. Sehingga Islam tampak sebagaimana tradisi asli yang sulit dihilangkan begitu saja.

Maka, wajah Islam yang mengalami inkulturasi dengan sebuah tradisi tertentu akan mengandaikan dua hal yang menunjukkan tentang intensitas Islam sebagai agama universal. Pertama, interpretasi terhadap ajaran Islam akan dipahami sesuai dengan konteks zaman dan tempat di mana ia berkembang. Kedua, ajaran islam akan tampak lebih dinamis dan progresif dalam merespons tantangan yang dihadapi oleh masyarakatnya. Dan dengan demikian, Islam dapat menjadi inspirator dalam setiap perubahan sosial sebuah masyarakat.    

Daftar Pustaka

-          Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Bandung: Mizan. 2001.
-          Edyar, Busman (Ed.). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka Asatruss. Cet. II. 2009.
-          Huda, Nur. Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2007.
-          Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Ummat Islam. Terjemahan Ghufron A. Mas’adi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1999.
-          Shihab, Alwi. Membendung Arus. Bandung: Mizan. 1998
   
-          Suryanegara, Ahmad Mansur. Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Bandung: Mizan. 1998.
-          Thohir, Ajid. Studi Kawasan Dunia Islam: Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik. Jakarta: Rajawali Press. 2009.
-          Vlekke, H. M. Bernard. Nusantara Sejarah Indonesia. Terjemahan Samsudin Berlian. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Cet. IV. 2008.
-          Yatim, Badri. Sejarah Islam di Indonesia. Jakarta: Depag. 1998.



[1] Badri Yatim, Sejarah Islam di Indonesia, (Jakarta: Depag, 1998), cet. 1. h. 28-29.
[2] Ibid, h. 30.
[3] Bernard H. M. Vlekke, Nusantara Sejarah Indonesia, (Jakarta:  Kepustakaan Populer Gramedia, 2008), cet. Ke 4, h. 92.
[4] Edyar Busman dkk (Ed.), Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009), cet. Ke 2, h. 207.
[5] Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, (Jakarta: Rajawali Prers, 2009), h. 395.
[6] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. (Bandung: Mizan, 2001).
[7] Ajid, Op. Cit., h. 397-398.
[8] Nur Huda, Islam Nusantara Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2007), h. 44
[9] Edyar, Op. Cit., h. 208

Selasa, 28 April 2015

Temanku Pahlawan

Temanku Pahlawan 

Temanku Pahlawan, adalah sebuah judul lagu. Lagu ini pernah beberapa kali dinyanyikan oleh Christopher Abimanyu dengan iringan “Twilight Orchestra” pimpinan Addie MS. Mendengarkan lagu ini, terasa nuansa batin dari bagaimana kita mengenang orang yang sangat kita hormati. Lebih-lebih bila kita juga turut mencermati isi syair nya, maka alunan lagu tersebut dapat membuat bulu kuduk kita merinding.
Beberapa kali mendengar lagu ini dinyanyikan, saya terasa hanyut dibawa alunan nada dan makna syair nya yang sangat dekat dengan nilai-nilai tentang etika, akal budi dan tentu saja yang paling dominan adalah patriotisme. Terasa irama yang membawa hanyut perasaan tentang nilai-nilai bernegara dan berbangsa diringi rasa kebangaan yang dapat menggiring kearah fanatisme yang nyaris dapat menjadi membabi buta.
Coba kita perhatikan 2 kalimat pertamanya yang berbunyi sebagai berikut :
Teringat ku kan padamu, pahlawan Indonesia
Waktu kau hendak kembali ke alam yang baka
Tidakkah itu sangat menggugah perasaan? kemudian kita simak kalimat selanjutnya :
Terbayang roman mukamu yang suci dan berseri
Saat tiba ‘kan menghadap kehadirat Illahi
Nah, apa lagi “refrein” nya yang mengatakan seperti ini :
Dengan tulus dan ikhlas kau korbankan jiwamu
Kau basahi bumi d’ngan darah ksatriamu
Dan sebagai closing remark, syairnya mengatakan sebagai berikut :
Tak akan lenyap jasamu, dari pada ingatan
Perjuangan ku teruskan, sampai ke akhir zaman
Betapa syair lagu, dan juga tentunya bagi mereka yang pernah mendengar alunan lagu ini, berisi penuh sekali semangat membela bangsa yang tidak kenal kata menyerah apalagi putus asa.
Sangat tertarik dengan lagu ini, saya kemudian mempelajarinya, dan pada kesempatan memperingati 100 tahun hari penerbangan tanggal 17 Desember 2003 di Hotel Gran Melia , saya menyanyikan lagu ini dengan diiringi oleh “Twilight Orchestra” pimpinan Addie MS. Saat menyanyikan lagu ini, syair pertama saya modifikasi sedikit, menyesuaikan tema peringatan hari penerbangan yang makna nya adalah penghormatan bagi pahlawan dirgantara yang telah merintis berkembangnya industri penerbangan. Dengan modifikasi itu, maka kalimat atau syair baris pertama dari lagu itu menjadi berbunyi sebagai berikut :
Teringat ku ‘kan padamu Pahlawan Dirgantara
Waktu kau hendak kembali ke alam yang baka.
Ternyata, lagu itu telah banyak sekali menggugah para senior Angkatan Udara, yang menanggapinya dengan positif dan penuh respect. Salah satu respon positif yang kemudian saya terima , adalah sebuah surat tertulis dari seorang senior Purnawirawan PATI Angkatan Udara bernama Bapak Oerip Kadirun, yang ternyata adalah juga ex-anggota TRIP Jawa Timur. Dua lembar surat terdiri dari satu lembar berisi tulisan tangan beliau dan selembar lainnya adalah naskah lagu Temanku Pahlawan, lengkap dengan “partitur” nya.
Adapun tulisan tangannya, berbunyi sebagai berikut :
1. Alm. Soewandi, bersama dengan 6 orang anggota TRIP Jatim lainnya terluka dalam suatu pertempuran jarak dekat di daerah perbukitan Baksari (daerah Krian) pada tanggal 24 Februari 1946. Mereka di evakuasi ke RS Militer Gatul (Mojokerto). Karena parahnya luka-luka almarhum, Soewandi kemudian dipindahkan ke RS Militer Celaket (Malang), dimana dia meninggal pada tanggal 2 Maret 1946 dan dimakamkan di TMP Malang.
2. Diantara kita, alm Soewandi dikenal sebagai seorang penyair. Salah satu karyanya (dan juga yang terakhir) adalah yang berjudul “Temanku Pahlawan”. Syair yang ditulis diatas secarik kertas ditemukan didalam saku kemeja yang dikenakannya pada saat dia tertembak pada peristiwa Baksari dimaksud diatas.
3. Syair tersebut diaransir sebagai suatu lagu oleh saudara Abdussaleh (seorang anggota TRIP lainnya). Syair dan lagu tersebut kemudian dijadikan suatu ode bagi teman-teman yang gugur dikemudian hari - Bahkan bait terakhirnya (“Perjuangan kuteruskan sampai ke akhir jaman”) telah kita jadikan motto hidup kita sampai dengan hari ini.
Tandatangan,
O.Kadiroen
ex - anggota TRIP Jatim.
Demikian isi surat yang saya terima dalam tulisan tangan yang sangat “rapih” khas tulisan model bapak-bapak kita yang berpendidikan Belanda. Sampai saat ini kedua lembar kertas tersebut saya simpan dengan cermat dalam arsip pribadi saya. Niat saya , adalah akan menyerahkannya kepada Dinas Penerangan Angkatan Udara, pada kesempatan pertama. Tiada lain, agar dokumen-dokumen semacam ini dapat menambah perbendaharaan Institusi sekelas TNI Angkatan Udara dalam mengoleksi benda sejarah yang dapat memberikan nyawa dan semangat tambahan bagi generasi muda penerus bangsa dalam perjalanan karier dan pengabdiannya kepada sang ibu pertiwi dan bapak Angkasa yang sama kita cintai.
Jakarta 12 April 2009
Chappy Hakim

Rabu, 22 April 2015

Bapak, ini untukmu...

Secara tak sengaja saya membaca BLOG anakku, luar biasa, aku terharu (mbrebes mili...),  karena isinya sangat "menyentuh". TERIMA KASIH ANAKKU... SEMOGA KAU SUKSES MENJALANI KEHIDUPAN DUNIA YANG FANA INI, TETAP JADI ANAK YANG SHOLEHA DAN INSYA ALLOH KITA BERKUMPUL BERSAMA-SAMA DENGAN ORANG-ORANG YANG BERIMAN, SHOLIHIN, TABIIN, NABIIN,DI SURGA KELAK.

Bapak, ini untukmu...


Detik-detik menjelang keberangkatanmu menuju kota pintu rizkimu, izinkan aku tuk menumpahkan perasaanku yang sudah tak kuat lagi untuk kubendung.
Selalu ada cerita yang kau bawa saat kau kembali berkumpul bersama kami, termasuk di dalamnya kau berusaha hasut aku hingga jauh ke dasar pemikiranku agar aku bisa lebih darimu kelak.
Andai kau tahu apa inginku, aku ingin kau bawa aku bersamamu, menemanimu. Walau ku tahu kita tetap tak bisa bersama sepanjang waktu, karena kita sudah disibukkan dengan dunia kita masing-masing. Tapi itu tetap tak apa bagiku. Berharap aku dapat mengurangi rasa sepimu. Biarlah aku dibuat tenang sedikit. Dan lenyapkan keragu-raguan yang membayang tentangmu.
Rasa takutku juga tak belum juga sirna hingga kini adalah bila aku tak dapat menyenangkanmu. Aku dengan egoku yang tak dapat dipisahkan kerap membuatmu pastinya tidak bahagia. Kau tentukan aku dengan jalan lain yang sama sekali belum aku pahami. Bukannya aku tak mau turuti perintahmu, bukannya aku ingin sok-sokan dengan mimpiku, bukannya aku meremehkan maumu. Sesungguhnya aku takut impian yang selama ini ku rajut nyatanya tidak seperti kehendakmu. Aku punya mimpi sendiri yang membuatku bahagia dan bergairah menjalani hidup ini, aku bahagia karena aku yakin akan memilikinya sesegera mungkin. Tapi semuanya semu bagiku bila kau tidak meridhoinya. Semoga aku dapat buktikan bahwa aku mampu menggenggam mimpi pilihanku, dan kau akan tersenyum bangga melihatku.
Ya Allah, jadikan aku permata hatinya yang baik. Tanamkanlah jiwanya pada diriku. Jiwanya yang luar biasa, tak mudah menyerah, semangat, berani, tekun, pekerja keras, dan jiwa kepemimpinannya yang mulia.
Ya Allah, aku rindu kebersamaan dengannya. Tapi bila aku tetap tidak dikehendaki untuk menemaninya, kumohon agar Kau yang menjaganya di siang dan malamnya, Kau melindungi dari godaan-godaan dunia yang menggila di kotanya, Kau menolongnya saat ia sudah mulai beranjak jauh dariMu, dan berilah selalu kasihMu yang tak terbatas.
Bapak, kaulah malaikat di keluarga ini. Kaulah yang kami tunggu-tunggu kedatangannya setiap hari Sabtu dini hari, kaulah yang kami tunggu-tunggu di setiap bunyi telepon rumah yang bordering, kaulah yang selalu berusaha memberikan secara adil permintaan kami. Kami mencintaimu. Jarak yang membentang tidak akan pernah bisa pudarkan sedikitpun rasa cinta ini.
Minggu, 14 Agustus 2011
12.54 AM
Salam Rindu,
Permata hatimu yang amat mencintaimu

Selasa, 21 April 2015

Menjadi Dosen di Indonesia

Menjadi Dosen di Indonesia

Semua profesi tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangannya, pun menjadi dosen.
Salah satu hal baik menjadi dosen di Indonesia adalah kemudahannya menjadi dosen tetap/ tenure. Di beberapa negara lain, tak mudah menjadi dosen tetap. Kawan-kawan saya yang bergelar Doktor di Jepang atau Perancis, misalnya mesti mengikuti post-doc dulu, menerbitkan disertasi-nya menjadi buku, baru bisa melamar menjadi dosen tetap, itupun kalau ada lowongan (kabarnya semakin jarang). Kompetisi-nya juga cukup ketat karena portofolio di bidang akademik seperti publikasi ilmiah amat menentukan. Kalaupun ada kasus master menjadi dosen tetap, ini hal yang amat langka sekali, mungkin hanya untuk orang-orang cemerlang saja.
Di indonesia, syarat menjadi dosen hanya bergelar master saja. Bahkan beberapa tahun lalu, orang bergelar sarjana bisa menjadi dosen tetap. Aku-pun menjadi dosen tetap PNS ketika masih sarjana dan kemudian melanjutkan kuliah S2 dan sekarang S3 dalam status sebagai dosen tetap. Artinya titik berangkat menjadi dosen di Indonesia jauh lebih mudah daripada di negara lain yang saya ketahui.
Dalam kondisi semacam ini, tentu saja wajar jika kualitas pendidikan tinggi di Indonesia masih tertinggal dari negara-negara lain yang semua dosennya bergelar Doktor. Hal ini nampaknya disadari pemerintah dengan menggelontorkan beasiswa S2 dan S3 baik di dalam dan luar negeri. Jumlah beasiswanya amat banyak, kabarnya kuota tak pernah tercapai. Namun sayang, pengelolaan beasiswa-nya berjalan buruk, datangnya uang sering terlambat dan banyak ketidakpastian informasi. Walaupun begitu, jumlah penerima manfaat (baca: beasiswa) dari pemerintah cukup besar, sampai tahun 2012, tercatat 29.632 dosen/calon dosen sedang disekolahkan di dalam negeri dengan berbagai skema dan 3662 dosen/calon dosen juga sedang disekolahkan ke luar negeri dengan berbagai skema. (studi.dikti.go.id)
Artinya akan ada lonjakan dosen bergelar master dan doktor dalam beberapa tahun ini, sedangkan diharapkan tak ada lagi dosen bergelar sarjana. Oh ya, silahkan baca data dosen berdasarkan pendidikan disini. 
Namun Dosen di Indonesia memang menghadapi persoalan yang tak mudah untuk menghasilkan performance yang baik.
Diluar buruknya fasilitas, perpustakaan atau seringnya tak ada meja kerja bagi dosen (di beberapa banyak kampus), persoalan yang cukup sering dibahas memang soal  penghasilan. Hal ini sudah bolak-balik dibahas di berbagai forum. Terakhir seorang dosen PNS bergelar master lektor IIId diomeli dan dianggap tidak bersyukur karena mengeluhkan gaji-nya yang lebih kecil dari tukang sampah dan penjaga apartemen di perancis. Aku juga pernah menuliskan perbandingan menjadi dosen di indonesia dan malaysia di sini.
Seberapa besar/kecil-kah gaji dosen di Indonesia?
Gaji pokok seorang dosen di Indonesia sama kecilnya dengan PNS lain di Indonesia. Silahkan dilihat disini, golongan satu dan dua PNS di Indonesia lebih kecil dari UMR beberapa Provinsi di Indonesia. kalau dosen pengangkatan pertama IIIb MKG 0 tahun ya gaji pokoknya Rp. 2.278.900, beberapa puluh ribu diatas UMP Jakarta ;). Memang ada tambahan tunjangan beras/istri/anak, jumlahnya beberapa ratus ribu saja. Silahkan bandingkan dengan gaji pertama beberapa perusahaan swasta/bumn berikut disini. Oh ya, ada juga sih beberapa kampus swasta yang menggaji dosennya dengan standar perusahaan swasta yang baik, gaji pertamanya sekitar tiga atau empat kali gaji pertama dosen PNS di Indonesia.
Hmm tapi sejujurnya, dibandingkan dengan pekerjaan lain, dosen adalah pekerjaan yang menarik. Cepat atau lambatnya karir seorang dosen, lebih tergantung dari kapasitas dan produktivitasnya. Semakin produktif menghasilkan karya ilmiah, terutama di Jurnal terakreditasi dikti atau jurnal internasional, semakin cepat laju karirnya.
Seorang dosen di Indonesia memiliki empat jenjang jabatan fungsional (Jafung)/ jabatan akademik dosen.
Mari kita simulasikan bagi mereka bergelar S2 jika berkarir menjadi dosen.
Ketika melamar dan diterima statusnya Tenaga Pengajar, artinya dosen yang belum memiliki jabatan fungsional dosen.  Setelah setahun biasanya sudah boleh mengajukan jafung asisten ahli. Angka kredit asisten ahli IIIb hanya 150 yang sudah pasti bisa didapatkan dari ijazah S2, namun tentu saja mesti tetap ditambah 10 kredit dari kegiatan penelitian, pengajaran dan pengabdian, plus ditambah mesti punya publikasi minimal di jurnal nasional. Sesuai Perpres 65 tahun 2007 tunjangan fungsional jumlahnya Rp.375.000,- sedangkan lektor Rp. 700.000,-
Dua tahun kemudian bisa mengajukan kenaikan ke jabatan fungsional lektor dengan angka kredit 200-399. Artinya mesti mengumpulkan angka kredit sebanyak minimal 100 dari kegiatan tridharma: pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Proses pengajuan ke lektor bisa lebih cepat jika memiliki Jurnal nasional terakreditasi dikti .atau Jurnal internasional bereputasi, bahkan bisa lompat jabatan fungsional.
Nah dua tahun kemudian bisa mengajukan kenaikan ke jabatan fungsional lektor kepala. Jumlah kredit lektor kepala adalah antara 400-849.  Berapa tunjangan lektor kepala? Rp. 900.000,-
Nah, kasta tertinggi di dunia perdosenan adalah menjadi Profesor. Dulu, menjadi profesor syaratnya memiliki angka kredit 850, bergelar doktor, minimal 3 tahun jadi lektor kepala dan punya satu tulisan di jurnal terakreditasi dikti, gampang kan?
Kini sesuai permenPAN 46 2013, syaratnya menjadi jauh lebih sulit karena selain angka kredit minimal 850 seorang LK baru bisa mengajukan menjadi Profesor setelah tiga tahun memiliki ijazah Doktor (kecuali punya tulisan di jurnal internasional berputasi setelah meraih gelar doktor), dua tahun menjadi LK dan memiliki tulisan di Jurnal Internasional bereputasi sebagai penulis pertama, dan minimal 10 tahun menjadi dosen.  Tunjangan seorang Profesor memang hanya Rp. 1.350.000,- namun bisa mendapatkan tunjangan kehormatan sebesar dua kali gaji pokok.
Oh ya, untuk anda yang cemerlang, ada kesempatan lompat dari asisten ahli ke lektor kepala dan dari lektor ke guru besar. Perhatikan tabel di bawah ini:
Screenshot 2014-08-05 12.51.28
Hmm berikut tabel tunjangan fungsional dosen menurut Perpres 65 tahun 2007 yang beberap kali saya sebutkan di atas:
Screen Shot 2013-05-18 at 6.45.16 PM
Oh ya, sumber pendapatan lain bagi dosen adalah sertifikasi dosen yang sudah berjalan beberapa tahun lalu. Jumlah tunjangan sertifikasi dosen adalah satu kali gaji pokok. Namun baru 47% dosen di Indonesia yang tersertifikasi, sisanya 57% belum bersertifikasi yang artinya juga belum mendapatkan tunjangannya.(http://www.koran-sindo.com/node/313281).  baru 39% dosen Indonesia yang sudah tersertifikasi. Sisanya, 69% belum tersertifikasi. Syarat sertifikasi juga (dibuat) semakin berbelit dan aneh sulit. Tahun ini ada syarat berkas tambahan, sertifikat TOEFL dan TPA yang entah apa hubungannya dengan sertifikasi dosen. Data tentang sertifikasi dosen bisa dibaca di sini.
Karena itulah, menjadi Profesor secepat mungkin adalah jalan terbaik dalam berkarir sebagai dosen. Dari sisi finansial, bisa mendapatkan empat kali gaji pokok, plus tunjangan fungsional guru besar. Mari kita hitung secara kasar, katakanlah seorang profesor golongan IVd dengan MKG 10 tahun dengan gaji pokok Rp. 3.412.000, maka take home pay-nya adalah (Rp. 3.412.000,-X4) + Rp. 1.350.000,-. = Rp. 14. 998.000,-.
Jumlah tersebut lebih dari dua kali lipat dari Lektor Kepala IIId MKG 10 tahun yang mendapatkan (Rp. 2. 801.000,- X 2) + Rp. 900.000,- = Rp. 6.502.000,-.
Jika punya jabatan, maka akan mendapatkan pendapatan tambahan sebagai berikut (Perpres 65 tahun 2007):
Screen Shot 2013-05-18 at 6.27.20 PM
Maka, karena besarnya jumlah pendapatan Profesor, jumlah dosen yang mengajukan diri menjadi profesor melonjak drastis. Menurut Supriadi Rustad, hanya 30% yang diterima dalam pengajuan menjadi Profesor setiap bulannya. Sisanya, 70% ditolak karena berbagai alasan antara lain: karena alasan pelanggaran etika dan profesionalisme, seperti pemalsuan dokumen karya ilmiah. Pemalsuan itu seperti mencantumkan jurnal rakitan, jurnal ”bodong”, artikel sisipan, label akreditasi palsu, nama pengarang sisipan, buku lama sampul baru, dan nama pengarang berbeda. (www.suaramerdeka.com). masih menurut Supriadi Rustad, pada tahun 2012 di Ditjen Dikti dari pengajuan Profesor  sebanyak 115 orang, hanya 77 orang yang layak menjadi Profesor. (http://www.jpnn.com/read/2013/02/09/157651/Gelar-Guru-Besar-tak-Sembarangan-)
Namun tentu saja tak bisa kita menggeneralisir bahwa semua orang yang mengajukan jabatan fungsional adalah mereka yang menghalalkan segala cara. Entah kenapa, ada saja orang-orang yang membuat opini negatif tentang orang-orang yang mengajukan diri menjadi Profesor. Coba saja baca tulisan ini http://edukasi.kompasiana.com/2013/04/28/akal-akalan-dosen-busuk-untuk-menjadi-profesor-550981.html. Sayangnya tulisan tak berimbang semacam ini tersebar luas dan kemudian membuat opini kuat bahwa mereka yang mengajukan jabatan fungsional Profesor adalah dosen mata duitan dan menghalalkan segala cara.
Apakah semua begitu?
Padahal  kalau mau berpikir lebih seimbang — tanpa memungkiri banyak yang curang juga — ada juga dosen yang menjadi Profesor karena bekerja keras dan jujur, bahkan mendapatkannya di usia muda. Contoh cukup baik misalnya Agung Eko Nugroho di UGM atau Eko Prasojo dan Ibnu Hamad di UI. silahkan baca tulisan tentang menjadi Profesor (Guru Besar) disini. Kemudian menurut peraturan terbaru, profesor juga memiliki kewajiban khusus berupa menulis di jurnal internasional, menyebarluaskan ilmu (presentasi di seminar) dan menulis buku, yang dievaluasi setiap lima tahun.
Jadi seperti ide awal di tulisan ini, karir dosen memang tergantung dari seberapa kompetensi dan produktivitas seorang dosen. Jika Ia produktif dan bersekolah dengan semangat sampai S3, maka laju karirnya juga bisa cepat. Namun jika malas sekolah dan juga tidak produktif meneliti dan publikasi, tentu saja akan terlindas zaman.
Berbagai perubahan ini menimbulkan dampak serius. Ada (sebagian) dosen yang telanjur berumur dan belum sekolah Doktor yang karirnya terancam  mengalami stagnasi.  Sebaliknya ada juga (sebagian) dosen  yang sudah/ sedang bersekolah Doktor baik di dalam dan luar negeri yang bisa melaju karirnya. Namun juga tidak mudah karena harus terus berproduksi (baca: meneliti dan publikasi). Jika malas, juga sulit untuk mencapai karir tertinggi menjadi Profesor. Bahkan Lektor Kepala yang sudah berijazah doktor-pun sekarang tidak mudah menjadi Guru Besar karena harus memiliki publikasi di Jurnal internasional bereputasi. Bahkan bagi yang telanjur jadi profesor-pun sekarang muncul aturan pencabutan tunjangan jika tak mampu menghasilkan publikasi di jurnal internasional,
Oh ya, satu lagi. bagaimana nasib dosen yang masih S1 ya?, secara misalnya peraturan-peraturan baru sudah tidak mencantumkan dosen S1 di dalamnya. Pendidikan minimal dosen sesuai UU Guru dan Dosen No. 14 2005 adalah magister untuk mengajar jenjang Diploma dan Sarjana. Nah dosen berpendidikan S1 memiliki waktu sampai 30 Desember 2015, persis sepuluh tahun setelah UU Guru dan Dosen diundangkan. Penjelasan super-komplit dari Bunda Fitri bisa dibaca di sini.
Hmmm… inilah dunia dosen, bagaimana menurut anda?
disclaimer: Oh ya, tulisan ini lebih banyak soal dosen PNS, maklum tak tahu banyak dunia dosen swasta, mungkin baik juga jika ada yang mau menuliskannya :)
update:
Penting ! Artikel terkait dan Panduan Komplit dengan regulasi terbaru:
1. Panduan Memulai Berkarir Sebagai Dosen di Indonesia Jika Anda Bergelar Doktor
2. Panduan Memulai Berkarir Sebagai Dosen di Indonesia Jika Anda Bergelar Master
3. Mari Menjadi Guru Besar
Dengan banyaknya perkembangan dunia perdosenan dan pendidikan tinggi, maka saya membuat website khusus sebagai rumah dosen di  di www.dosenindonesia.net. Semoga bermanfaat dan barokah ya.
~@ abdul hamid Fisip Untirta

Rabu, 15 April 2015

TAMU YANG MENCERDASKAN

Siang ini seperti biasa saya berada di kantor. Sedikit bercerita, saya adalah staff magang di pusat informasi dan humas Universitas Airlangga. Masih sama dengan hari lain, tugas kami disini salah satunya adalah menerima tamu. 
Tepat pukul 11 siang, pintu kantor diketuk. Saya dan staff lain mempersilakan tamu ini untuk masuk dan duduk. sebelum sempat kami selesai mempersilakan duduk, si Tamu bertanya, "Pak, Bu, ini bener kampus C Unair Mulyorejo?". 
Dengan ramah kami meng-iyakan. Namun sekali lagi beliau bertanya pertanyaan serupa. Dengan heran kami kembali meng-iyakan. Namun terkejutnya kami ketika si Tamu berteriak girang, "horeee!! saya lulus!". Lalu si Tamu bercerita bahwa dia adalah siswa SLB, usianya 34 tahun namun kemampuan otaknya setara dengan anak usia 13 tahun. 
Namanya Aput, dia dari Wonosari, Yogjakarta. Tujuannya kesini adalah untuk ujian. Ujian? Awalnya kami heran. Namun ternyata Aput sedang menjalankan ujian pencarian alamat. Bayangkan dengan kapasitas otaknya yang setara 13 tahun, ia menuju Surabaya, kota sebesar ini sendirian (ingat, dia dari Yogjakarta, 10 jam dari Surabaya). Ia hafal benar ia harus naik bus Eka sampai Bungur Asih dan 2 kali naik angkutan umum untuk sampai ke Kampus kami. Belum selesai disana, ketika kami menawarkan minum, ia menolak dengan alasan ia dilarang untuk meminta minta. Keukeuhnya prinsip tidak meminta minta ini sampai memaksa kami mencari alasan lain agar ia menerima air minum itu (ia tampak sangat lelah dan kehausan). Kami berdalih bahwa air minum itu adalah hadiah karena dia sudah lulus ujian (bisa menemukan alamat adalah ukuran kelulusannya).
Disela perbincangan kami ia bercerita bahwa di sekolahnya ia belajar baca tulis, ketrampilan, dan agama. Ia menyebutkan ada dua agama disana yang pertama adalah agama Allahuakbar (red. Islam) dan pak Yesus (red. Kristen/Katolik). kebetulan ia beragama Allahuakbar tuturnya. 
Lama berbincang, ia teringat bahwa hari ini adalah hari Jumat. Ia membacakan (dia hafal, tanpa teks) surat Al-Jumu'ah bagi kami. Suaranya merdu dan bacaaannya benar, dia juga hafal dengan baik. Saya dan rekan kerja saya sampai luluh dan menangis. Dia juga memberi tahu kami bahwa ada aturan yang harus ditaati selama ujian ini. Pertama adalah boleh bertanya, namun tidak boleh diantar. Kedua adalah tidak boleh naik kendaraan yang bersifat mengantar seperti taxi dan becak. Ketiga, tidak boleh meminta - minta. dan masih banyak aturan lain yang mengoyak nurani saya. Saya jadi berfikir, sudahkah kita memiliki moral sebaik tamu Tuna Grahita ini? Bahkan dia mencari tempat sampah untuk membuang sampahnya. Sedangkan kita? Ada satu celetukan polos yang ia tanyakan pada kami. Ia bertanya, berapa banyak ayam yang harus dijual untuk pergi ke Mekah? Untuk ke Surabaya saja ia harus menjual ayam 3 ekor. Ia ingin ke mekah karena sudah bisa mengaji.
Dari tamu ini saya belajar banyak tentang makna hidup, kejujuran, bagaimana berjuang dan terus memotivasi diri sendiri. Dia berkata bahwa dia dilarang bersedih. "Kata pak Guru aku ngga boleh sedih, kalo sedih nanti bodo lagi", ucapnya polos. Dari sini, masih bisa sombongkah kita bahwa mahasiswa adalah makhluk paling pintar dan paling baik moralnya? Mari belajar dari sekitar, termasuk dia :)
- sebagaimana ditulis oleh Intan Putri Purnama Ningrum di note fb nya - 
https://www.facebook.com/notes/intan-putri-purnama-ningrum/tamu-yang-mencerdaskan/725384040833096 

Rabu, 25 Maret 2015

"SAYA PIKIR......SAYA PIKIR... "

INI BUKAN NASEHAT
"SAYA PIKIR......SAYA PIKIR... "
Saya pikir, hidup itu harus banyak meminta ~ ternyata harus banyak memberi.
Saya pikir, sayalah orang yang paling hebat ~ ternyata ada langit di atas langit.
Saya pikir, kegagalan itu final ~ ternyata hanya sukses yang tertunda.
Saya pikir, sukses itu harus kerja keras ~ ternyata kerja cerdas
Saya pikir, kunci surga ada di langit ~ ternyata ada di hatiku.
Saya pikir, Tuhan selalu mengabulkan setiap permintaan ~ ternyata Tuhan hanya memberikan yang kita perlukan.
Saya pikir, makhluk yang paling bisa bertahan hidup adalah yang paling pintar, atau yang paling kuat ~ ternyata
yang paling cepat merespon perubahan.
Saya pikir, keberhasilan itu karena turunan ~ ternyata karena ketekunan.
Saya pikir, kecantikan luar yang paling menarik ~ ternyata inner beauty yang lebih menawan.
Saya pikir, kebahagian itu ketika menengok ke atas ~ ternyata ketika melihat ke bawah.
Saya pikir, usia manusia itu di ukur dari bulan & tahun ~ ternyata di hitung dari apa yang telah dilakukannya
kepada orang lain.
Saya pikir, yang paling berharga itu uang & Kekuasaan -emas- permata ~ Ternyata BUKAN juga ......yang paling
Penting dan Paling mahal itu "KESEHATAN dan NAMA BAIK".

Jumat, 20 Maret 2015

PETUALANGAN BERKERETA API.

PETUALANGAN BERKERETA API.


Oleh Dika alias Gumi

Akhirnya gw punya waktu untuk menceritakan kisah perjalanan gw menempuh ratusan kilometer jarak antara Bandung-Yogyakarta-Bogor.
# Selasa, 22 Desember 2009
Hari itu UAS terakhir tang gw hadapi sebelum liburan Natal dan Tahun Baru. Cuma satu hal yang memenuhi pikiran gw sore itu: keberangkatan gw ke Yogyakarta pada malamnya. Tiket kereta Lodaya Malam udah gw beli sejak seminggu sebelumnya. Gw yakin betul bahwa jam keberangkatan gw adalah jam 10 malam. Karenanya, gw memastikan bahwa Arnol akan membantu gw untuk menuju stasiun kereta Bandung pada jam9 malam. Sejak gw memiliki keinginan ke Jogja, gw udah melakukan pengecekkan jadwal kereta sejak dua minggu sebelum tanggal ini. Entah kenapa, gw yakin betul bahwa kereta Lodaya akan berangkat jam 10 malam.
Setelah gw packing, gw siap berangkat jam 8.30 malam, dan sambil menunggu jam 9 malam, gw mengobrol dengan Obey seputar banyak hal. Sampai jam 9 kurang, akhirnya gw meminta Arnol untuk mengantar gw ke Stasiun Bandung. Setelah pamit dengan semua anak Tambang 2008 yang ada di Kontrakan, gw pun bersiap dengan Arnol di depan rumah. Tiba-tiba gw ingin memastikan kembali bahwa tiket kereta udah ada di dalam tas gw. Gw pun membuka tas dan melihat:
Tiket Kereta LODAYA MALAM
Berangkat : Bandung 20.00
Tiba : Solobalapan 05.30
Tiba-tiba gw merinding disko, dan bertanya pada Arnol, “Nol, jam 20 itu jam berapa ya?”
Arnol menjawab, “Jam 8. memang kenapa?”
Gw membalas, “Gw ketinggalan kereta nol! Gw kira jam 10 malam!”
Arnol bingung, “Apa? Kau ini gimana dik, kenapa ngga dicek dulu?”
Oke, gw hanya bingung dan akhirnya bilang, “Yaudah nol, kita ke stasiun dulu aja.”
Dan sebelum Notes itu dipublikasi, ini adalah rahasia besar gw. Sekarang gw memutuskan membaginya pada kalian semua.
Perjalanan menuju stasiun sangat dingin. Gw bingung harus ngapain. Oh Tuhan, gw telah menyia-nyiakan tiket seharga 190ribu rupiah! Dalam hati gw nyesel banget ini bisa terjadi. Gw juga bingung kenapa sebelumnya gw yakin banget kalo keretanya berangkat jam 10 malam. Dan ini baru awal dari kebodohan gw yang lain.
Sesampainya di stasiun, ditemani Arnol, gw menuju satpam stasiun, dan malah bertanya, “Pak, Lodaya Malam udah berangkat belum?”
“Ya udah lah. Tadi jam 8.”, jawab Pak Satpam
Dengan muka pasrah gw bilang, “Pak, saya ketinggalan kereta, mestinya naik Lodaya tadi, gimana ya pak?”
“Ya hangus jadinya tiketnya.”, sungguh jawaban mamang satpam tidak solutif.
Gw pun beringsut pergi menuju pusat informasi stasiun, berharap ada secercah cahaya harapan.
Lagi-lagi gw curhat sama bapak-bapak, tapi yg ini Bapak Informasi, “Pak saya ketinggalan kereta bla bla bla …”
Bapak informasi malah bilang, “Coba kamu ke kepala stasiun aja”
Lagi-lagi tidak solutif. Gw pun beringsut-ingsut menuju kantor kepala Stasiun.
Lagi-lagi gw curhat, “Pak saya tadi ketinggalan kereta… bla bla bla…”
Bapak kepala stasiun malah ceramah ke gw, “Hah? jam 10 darimana? Lodaya ya jam 8. Ya sudah kalo gitu kamu dari sini naik kereta terakhir aja ke Kroya . . .
oke, gw ngga tau Kroya itu dimana. gw hanya membatu
. . . dari situ kamu bisa sambung ke Yogyakarta, pake aja tiket kamu yg Lodaya, kalo malam ini kamu berangkat, tiket kamu masih bisa dipakai, tapi kalo besok, udah hangus tiketnya . . .
oke, gw masih punya harapan
. . . kereta yg ke Kroya baru datang jam 12 malam. kamu tunggu dulu aja . . .
apa? jam 12 malam? sekarang kan baru jam setengah 10 malam
. . . dari Kroya sampai Jogja kira-kira masih 3 jam lagi tapi.”
oke, bapak itu akhirnya mengakhiri pembicaraannya. Gw dan Arnol kembali ke peron stasiun dan terduduk, sambil meminta maaf ke Arnol telah merepotkannya. gw bingung parah.
Ngga lama, datanglah seorang satpam yang ngajak ngobrol, tapi sayangnya diakhiri dengan kalimat, ” … tapi maaf mas, bukannya saya ngusir, tapi jam segini stasiunnya harus kosong dari penumpangnya.”
Gw hanya menelan ludah dan melangkah keluar. Fine. Ini adalah sebuah kibaran bendera perang antara Stasiun Kereta dengan Jiwa Gw. Gw keluar dengan pasrah dan mencari makan.
Hal paling penting yg dibicarain satpam itu adalah, “Kereta ke Kroya itu tapi belum tentu berhenti di sini. Tapi dia pasti berhenti di Kiaracondong”
Kalimat itu benar-benar menghantui gw dan Arnol. Arnol angkat bicara, “Dik, mending kita ke Kiaracondong, daripada di sini, belum tentu keretanya berhenti.”
Gw pikir-pikir, iya juga ya. Setelah makan, gw dan Arnol langsung melesat menuju Stasiun Kiaracondong.
Jangan harap stasiun itu stasiun yang bagus. Warnanya PINK! dan dipenuhi orang-orang ‘malam’ dengan berbagai karakter. Paling ngga, gw sedang dengan orang yang tepat. Arnol = Tarung Derajat.
Oke, gw merasa aman.
Gw duduk di depan sekumpulan orang yang asik menonton TV, dan dilewati oleh banyak orang berseliweran dengan potongan yang ngga jelas. Bahkan Arnol sempet bilang, “banyak orang aneh ya dik di sini?”. Gw setuju. Tapi susah mengatakannya karena takut didengar salah satu mereka. Bahkan usaha gw mencari orang yang satu jurusan dengan gw pun jadi sia-sia. Alhasil gw harus siap berangkat sendiri.
Setelah hampir 2 jam menunggu, gw akhirnya memutuskan untuk bertanya pada Bagian Informasi Stasiun Kiaracondong, karena gw sempat mendengar pengumuman, tapi hanya samar-samar terdengarnya.
Dan ternyata, saat itu jam 12 malam, bapak informasi bilang,
“wah, keretanya terlambat mas. kira-kira nyampe stasiun ini jam 2 kurang seperempat.”
APA? APA? APA?? itu bukan telat namanya. itu udah ngga tau diri. mau jam berapa gw nyampe Jogja?
dan gw pun meratapi nasib, sambil meminta maaf pada Arnol karena sangat merepotkan. Ditambah lagi kenyataan bahwa kereta yang gw nanti-nanti adalah kereta ekonomi yang pasti dipenuhi banyak orang.
Gw akhirnya menunggu, ditemani Arnol, hingga jam 2 kurang 15 di Stasiun laknat itu. Setelah beberapa disamperi orang-orang aneh yang mengajak ngobrol aneh. Tiga kata yg nge-tren di otak gw saat itu: “Untung ada Arnol”, paling ngga karena Arnol, gw ngerasa ngga akan ada yg berani nodong gw pake pisau. haha
# Rabu, 23 Desember 2009
Tanpa terasa, ini udah masuk hari baru.
Sebuah kereta datang, berwarna oranye. Penuh dengan orang dan batin gw berkata, “dik, lu pasti bisa. keretanya ngga seburuk yg lu bayangkan ko. tenang. tenang. pasti bisa.”
Mungkin ada ribuan kali gw menyebut nama Tuhan, terus berdoa meminta keselamatan.
Akhirnya gw masuk ke dalam kereta itu, dan berbalik sebentar. Pamit sama Arnol, dan meminta didoakan. Gw hanya berpikir, “gw akan keluar dari zona aman gw. Semoga Tuhan tetap melindungi gw.”
Setelah bolak-balik gerbong, gw tidak menemukan satu pun tempat duduk. Gw pun kembali ke tempat gw naik, sebuah lorong derita. Dan terakhir kali melihat Arnol, sampai akhirnya kereta bergerak.
Keretanya berangkat!!!
Lalu, gw berpikir, lantai sebelah mana yg mau gw pakai duduk?
Gw pun melihat seorang bapak yang akan duduk, tapi ngga punya alas, gw pun menawarinya koran.
Bapak itu menerimanya. Gw pun ikut duduk di sebelahnya. Kemudian mulai mengobrol, dan (lagi-lagi) curhat, “iya pak, saya tadi ketinggalan kereta.. bla bla bla…”
Bapak itu sedikit menertawai gw karena menyia-nyiakan tiket yg udah gw beli. Tapi dia memberi nasihat dan petunjuk gimana cara gw bisa sampai Jogja. Sejujurnya gw hanya butuh penjagaan selama dalam kereta.
Bapak ini udah cukup tua, mungkian 50an tahun. Namanya Bapak Rasikun, tinggal di dekat pasar Gomong. Kerjanya ngga tentu, tapi sekarang sering jadi kuli. Kuli apapun itu. Dia bilang, “kalau saya punya anak seumuran kamu, saya ngga akan kuliahin dia. Biar aja di saya dorong dari belakang untuk nyari ilmunya sendiri. biar kerja dan dapat ilmunya dari situ. Saya akan titipkan ke orang supaya dididik”. Sejujurnya gw bingung untuk merubah jalan pikiran bapak ini, jadi gw hanya mendengarkan saja, karena dia juga nampak asyik bercerita. Dia bilang, “saya ngga percaya sama perguruan tinggi, pokoknya semua instansi negara. mereka cuma ngeutamain uang. yang punya uang yang lolos. saya dulu pernah … bla bla bla… “. Intinya dia sakit hati saat mau masuk Akmil, hanya dikalahkan oleh orang yg beruang, sementara dia yang tinggal Pantuhir (Pemantauan Terakhir, red.) harus disisihkan. Yang mana penilaian Pantuhir memang bisa saja subjektif. Dia juga cerita dulu dia itu bandel saat SMA, saat akan kelas 3, dia kabur ke Sumatra. Kerja cari uang. Bahkan sempat pernah jadi Penyelundup dari Malaysia ke Indonesia. Dan dia menceritakan mekanisme penyelundupan itu yang sejujurnya ngga gw ngerti sama sekali. Tapi itu udah lamaaaa banget.
Bapak Rasikun ini bercerita banyak. Sementara gw berusaha menahan kantuk demi kemanan barang-barang gw juga. Tapi akhirnya gw menyerah. Gw tertidur sambil duduk di lorong derita itu. Benar-benar lorong derita.
Menjelang subuh, bapak itu pergi. Gw kira hanya sebentar. Ternyata ngga balik-balik lagi. gara-gara dia udah dapet TEMPAT DUDUK. Asem banget deh!
Saat matahari terbit, akhirnya gw dapet tempat duduk. Bersama dua orang ibu dan dua anaknya yg bertingkah aneh. Ngga lama, gw memutuskan pindah ke dekat bapak Rasikun. Tapi saat gw lewat, bapak rasikun ngga menggubris sama sekali. Gw pun duduk bersama ibu berkerudung ungu.
gw : “bu, kalo Kroya masih jauh ngga?”
ibu kerudung ungu : “Oh udah ngga begitu jauh ko. emang ade mau ke mana?”
gw : “Ke Kroya bu. Tapi mau ke Jogja sih. Saya tadi malam ketinggalan kereta.”
ibu kerudung ungu : “Oh, mendingan kamu turun di Maos, trus naik bis. Lebih cepat. Kamu dari Jakarta ya?”
gw : alamak. apanya yg jakarta? “Ngga bu. Saya dari Bogor. Iya, tapi kata kepala stasiun di Bandung saya disuruh pindah kereta aja”
ibu kerudung ungu : “oh gitu, yasudah, di Kroya ada ko kereta ke Jogja”
terima kasih ibu kerudung ungu. gw pun akhirnya merasa agak tenang.
Jam 9. si ibu kerudung ungu bilang, “Ini Kroya dek..”
Mata gw melihat ke luar dan benar-benar melihat: KROYA
Akhirnya sampai ke Kroya.
Gw turun dari kereta, dan menuju pusat Informasi stasiun Kroya. Dan gw bertemu Bapak Rasikun.
“Pak, makasih ya buat pas di kereta”
“Oh iya, ngga masalah ko!”
Dalam hati, tapi asem aja gw ampe ditinggal tadi. huh.
Paling ngga, perjalanan gw untuk sampe Kroya sudah lunas. Tinggal perjalanan menuju Jogja.
Gw pun bertanya pada Bapak Informasi Stasiun Kroya.
“Kamu naik aja kereta Pasundan, itu nyampe sini sekitar jam 1 kurang 15 menit”
APA? Gw harus menunggu sampai 3 jam lebih lagi.
Kroya itu stasiun besar. Tapi jangan harap kayak stasiun Bandung. Kroya itu versi sangat sepinya. Ada beberapa pengamen dan pedagang liar. Dan gw sempat beberapa kali ‘dipantau’ bebeapa dari mereka, akhirnya gw memustuskan masuk ke sebuah tempat makan dengan judul : King’s Donuts
Oke, ini plagiatan Dunkin. Tapi.. ini sih Donat SALMAN! dan masa 3ribu!!! ASEM!
Yang lebih asem lagi, saat gw makan sambil membaca majalah, ada ORANG GILA datang. Dia makan di sebelah kanan gw! Dan ngga diusir!! GILA BANGET!
Gw pikir satu stasiun ini gila semua!
Akhirnya gw menunggu dengan tidak jelas di stasiun itu. Keliling-keliling sambil memotret beberapa sudut stasiun. Dan gw hanya berpikir: “I must be carefull, because I’m in the middle of no where”
Sampai sekitar jam 1 kurang, datanglahj sebuah kereta yang sama persis dengan kereta yang gw naiki tadi malam. Kereta ini kereta PASUNDAN, dari Bandung menuju Surabaya.
Gw pun duduk lagi di sebuah lorong derita yang lebih parah dari sebelumnya. Saat kondektur datang, gw hanya bisa bilang, “Pak saya tad malam ketinggalan kereta” dan tiket gw diperiksa. Setelah kereta meninggalkan Kroya dan sampai di stasiun Gombong. Gw pun dapat tempat duduk. Gw duduk bersama Mbak Kerudung Bunga-bunga dan dua ibu yang turun di kota apa gitu gw lupa. Ternyata, Mbak KBB ini menuju stasiun yang sama: Stasiun Lempuyangan. Yaitu stasiun di Yogyakarta, khusus untuk kereta ekonomi atau bisnis saja.
Dua jam setengah yang gw tempuh dari Kroya sangat jauh lebih tenang daripada perjalanan gw saat masih menuju Kroya. Bahkan gw bisa tidur sebentar. Sampai akhirnya, waktu menunjukan sekitar jam 4 sore, Mbak KBB berkata,
“Ini Lempuyangan mas!”
OH TUHAN! Alhamdulillah, Pengen sujud sukur rasanya.
Kereta berhenti, gw pun keluar. Dalam hati sangat bersorak. Gw berhasil sampai YOGYAKARTA!!
Finally, it’s Yogyakarta!!!
Gw pun bertemu Uki, dan segera beranjak dari Stasiun Lempuyangan.
Ya Tuhan, terima kasih karena Engkau telah senantiasa menjagaku sampai ke Yogyakarta.
Gw pun meng-sms Arnol, “Nol, udah sampai Jogja nih. Makasih banyak ya nol”
Sms balesan dari Arnol : “Syukurlah Dik.. jangan lupa oleh2 ya.. hehe”
oke!!
***
Perjalanan atau yang mulai sekarang gw sebut: Petualangan itu berlanjut di Jogja.
Gw bertualang bersama Uki dan ketidaktahuan yang amat sangat menuju banyak tempat.
Mungkin akan diceritakan dalam foto-foto (yang sampai saat ini belum bisa gw upload) nanti. hehe
***
Gw hanya ingin menyampaikan sesuatu dalam Notes gw ini:
Jangan menyerah meski saat lu berpikir ngga punya harapan. Saat lu melakukan kebodohan, seperti gw, pasti akan ada suatu kecerdasan baru yang Tuhan kasih dengan cara apapun.
Gw memang kehilangan 190ribu rupiah untuk perjalanan dengan kereta terbaik, tapi gw dapet pengalaman yang nantinya belum tentu gw dapet selain di malam itu.
Karenanya gw ingin berterima kasih banyak kepada:
kepala stasiun Bandung, staf informasi st.Kiaracondong, Bapak Rasikun, ibu berkerudung ungu beranak 2, stasiun Kroya, mba kerudung bunga-bunga, Uki, pegawai TransJogja, Mas Tanto, and absolutely, Arnol!
Juga pada Mas Tanto, orang yang baru kenalan saat perjalanan pulang yogya-gambir, karena mentraktir makanan dan minuman selama 8 jam perjalanan gw di kereta. :P
Tuhan emang adil. hehe.....

Kamis, 12 Maret 2015

Mudah Marah Ataupun Tersinggung? Ini dia Cara Mengatasinya


Mudah Marah Ataupun Tersinggung? Ini dia Cara Mengatasinya.......

Salah satu perkara yang selalu membuat kita
lemah adalah timbulnya rasa tersinggung dihati kita. Munculnya perasaan ini sering disebabkan oleh ketidaktahanan kita terhadap sikap orang lain. Ketika tersinggung, paling tidak kita akan sibuk membela diri sendiri, dan akan memikirkan kejelekan orang yang membuat kita tersinggung itu . Benar begitu, kan?
Perkara yang paling membahayakan dari rasa tersinggung adalah timbulnya penyakit hati seperti rasa merendahkan orang lain dan mengumpat. Malah mungkin menfitnahnya kembali. Kesan yang biasa ditimbulkan oleh rasa tersinggung adalah kemarahan.
Bila kita marah, kata-kata jadi tidak terkawal.
Stress meningkat. Karena itu, ketabahan kita untuk “tidak tersinggung” menjadi satu keharusan.
Apa yang menyebabkan seseorang itu tersinggung?
Rasa tersinggung seseorang itu timbul karena menilai dirinya lebih dari kenyataan, merasa pintar, berjasa, baik, tampan, dan merasa
berjaya. Setiap kali kita menilai diri lebih dari kenyataan yang sebenarnya, apabila ada yang menilai kita kurang sedikit saja dari expectation kita, maka kita akan merasa tersinggung. hemmm…. Tuh kan memuja diri sendiri itu BAHAYA.
Peluang untuk rasa tersinggung akan terbuka
luas jika kita salah dalam menilai diri sendiri. Karena itu, ada sesuatu yang harus kita perbaiki, yaitu cara menilai diri kita sendiri.
Yang pertama harus kita lakukan agar kita tidak mudah tersinggung adalah tidak menilai secara berlebihan terhadap diri kita sendiri. Ini menurut versi saya. Karena kontrol diri adalah kuncinya.
Misalnya, jangan banyak mengingati bahwa
kita telah berjasa. Saya seorang guru, saya seorang pemimpin, saya ini saya itu. Saya seorang pemurah. Saya banyak menolong rekan-rekan. Semakin banyak kita mengaku tentang diri kita, akan makin mudah untuk membuat kita mudah tersinggung.
Ada beberapa cara yang cukup efektif untuk
merendam rasa tersinggung :
Pertama, belajar melupakan.
Jika kita seorang berijazah maka lupakanlah ijazah kita. Jika kita seorang pengarah lupakanlah jawatan itu. Jika kita seorang pimpinan lupakanlah hal itu, dan seterusnya. Anggap semuanya ini berkat dari Allah agar kita tidak tamak terhadap penghargaan.
Kita harus melatih diri untuk merasa sekadar
hamba Allah yang tidak memiliki apa-apa kecuali berkat ilmu yang dipercikkan oleh Allah sedikit. Kita lebih banyak tidak tahu. Kita tidak mempunyai harta sedikit pun kecuali sepercik berkat dari Allah. Kita tidak mempunyai jabatan ataupun kedudukan sedikit pun kecuali sepercik yang Allah telah berikan dan dipertanggungjawabkan.
Dengan sikap seperti ini hidup kita akan lebih ringan. Semakin kita ingin dihargai, dipuji, dan dihormati, akan kian sering kita sakit hati.
Kedua, kita harus melihat bahwa apa-apa pun yang dilakukan orang kepada kita akan bermanfaat. Kita tidak akan pernah rugi dengan perilaku orang kepada kita.
Sebenarnya kita tidak boleh memaksa orang
lain membuat sesuatu sama dengan keinginan kita. Apa yang boleh kita lakukan adalah memaksa diri sendiri memahami orang lain dengan sikap terbaik kita .
Apa pun perkataan orang lain kepada kita, walaupun sangat mengiris hati, tentu itu terjadi dengan izin Allah. Anggap saja ini episode atau ujian yang harus kita lalui untuk menguji keimanan kita.
Ketiga, kita harus bersimpati.
Melihat sesuatu tidak dari sudut pandang kita. Renungkan kisah seseorang yang sedang membawa gajah berjalan-jalan, dari depan dan seorang lagi mengikutinya di belakang gajah tersebut. Yang berada di depan berkata, “Oh indah sungguh pemandangan sepanjang hari”.
Pasti dia dilempar dari belakang karena dianggap menyindir. Sebab, sepanjang
perjalanan, orang yang dibelakang hanya melihat punggung gajah.
Oleh itu, kita harus belajar bersimpati. Jika tidak ingin mudah tersinggung, maka cari seribu satu alasan untuk boleh menyenangkan hati orang lain . Namun yang harus diingat, berbagai alasan yang kita buat semata-mata untuk menyenangkan, bukan untuk membenarkan kesalahan.
Keempat, jadikan penghinaan orang lain
kepada kita sebagai ladang peningkatan kualitas diri.
Jadikan penghinaan orang lain kepada kita
sebagai kesempatan untuk menyucikan jiwa, dengan memaafkan orang yang menyakiti dan membalasnya dengan kebaikan.
Pada suatu hari, Rasulullah SAW bersama sahabat- sahabatnya sedang duduk bersama. Tiba-tiba baginda bersabda: “Akan datang
selepas ini seorang ahli syurga.”
Maka muncul lah fulan bin fulan. Keesokannya juga sama, Rasulullah bersabda perkara yang sama, dan muncul fulan bin fulan yang sama. Keesokannya lagi juga sama. Rasulullah SAW bersabda perkara yang sama, dan muncul fulan bin fulan yang sama.
Akhirnya seorang sahabat Rasulullah pergi berziarah ke rumah lelaki itu, dan tidur di rumahnya untuk menyiasat apakah amalannya.
Selama tiga hari, sahabat Rasulullah itu tidak
menjumpai apa-apa ibadah yang hebat, yang besar,yang menarik. Akhirnya dia menyatakan hajat sebenarnya tidur di rumah lelaki itu. Lelaki itu menjawab:
“Ibadahku adalah sebagaimana yang kau lihat. Tiada yang menakjubkan. Biasa-biasa sahaja .”
Sambung lelaki itu: “Tetapi di dalam hatiku tidak ada sangka buruk, rasa benci, kepada saudara-saudara mukminku.”
Memaafkan. Memaafkan dengan dada yang lapang. InsyaAllah yang lain akan datang kemudian. Kelapangan hati, ketenangan jiwa, kesegaran roh, akan hadir kepada kita insha Allah. Pasti.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah
kamu berlaku lemah- lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Kerana itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka…” Surah Ali- Imran ayat 159..
Tips Cara Mengatasi Emosi Meredam Amarah/Marah Yang Dapat Merugikan Kita Dan Orang Lain!
Ketika emosi dan amarah memuncak maka segala sifat buruk yang ada dalam diri kita
akan sulit dikendalikan dan rasa malu pun kadang akan hilang berganti dengan segala sifat buruk demi melampiaskan kemarahannya pada benda, binatang, orang lain, dll di sekitarnya.
Banyak orang bilang kalau menyimpan emosi secara terus- menerus dalam jangka waktu
yang lama dapat pecah sewaktu-waktu dan bisa melakukan hal-hal yang lebih parah dari orang yang rutin emosian. Oleh sebab itu sebaiknya bila ada rasa marah atau emosi sebaiknya segera dihilangkan atau disalurkan pada hal-hal yang tidak melanggar hukum dan tidak merugikan manusia lain.
Beberapa ciri-ciri orang yang tidak mampu mengandalikan emosinya :
1. Berkata keras dan kasar pada orang lain.
2. Marah dengan merusak atau melempar barang-barang di sekitarnya.
3. Ringan tangan pada orang lain di sekitarnya.
4. Melakukan tindak kriminal / tindak kejahatan.
5. Melarikan diri dengan narkoba, minuman keras, pergaulan bebas, dsb.
6. Menangis dan larut dalam kekesalan yang mendalam.
7. Dendam dan merencanakan rencana jahat pada orang lain. dsb…
A. Beberapa Cara Untuk Meredam Emosi / Amarah Diri Sendiri :
1. Rasakan Yang Orang Lain Rasakan Cobalah bayangkan apabila kita marah kepada orang lain.
Nah, sekarang tukar posisi di mana anda menjadi korban yang dimarahi. Bagaimana kira-kira rasanya dimarahi. Kalau kemarahan sifatnya mendidik dan membangun mungkin ada manfaatnya, namun jika marah membabi buta tentu jelas anda akan cengar-cengir sendiri.
2. Tenangkan Hati Di Tempat Yang Nyaman
Jika sedang marah alihkan perhatian anda pada sesuatu yang anda sukai dan lupakan segala yang terjadi. Tempat yang sunyi dan asri seperti taman, pantai, kebun, ruang santai, dan lain sebagainya mungkin tempat yang cocok bagi anda. Jika emosi agak memuncak mingkin rekreasi untuk penyegaran diri sangat dibutuhkan.
3. Mencari Kesibukan Yang Disukai
Untuk melupakan kejadian atau sesuatu yang membuat emosi kemarahan kita memuncak kita butuh sesuatu yang mengalihkan amarah dengan melakukan sesuatu yang menyenangkan dan dapat membuat kita lupa akan masalah yang dihadapi. Contoh seperti mendengarkan musik,
main ps2 winning eleven, bermain gitar atau alat musik lainnya, membaca buku, menulis artikel, nonton film box office, dan lain sebagainya.
Hindari perbuatan bodoh seperti merokok, memakai narkoba, dan lain sebagainya.
4. Curahan Hati / Curhat Pada Orang Lain Yang Bisa Dipercaya
Menceritakan segala sesuatu yang terjadi pada diri kita mungkin dapat sedikit banyak
membantu mengurangi beban yang ada di hati. Jangan curhat pada orang yang tidak kita
percayai untuk mencegah curhatan pribadi kita disebar kepada orang lain yang tidak
kita inginkan. Bercurhatlah pada sahabat, isteri/suami, orang tua, saudara, kakek
nenek, paman bibi, dan lain sebagainya. Dan sebaik-baiknya tempat curhat adalah Allah Azza wa Jalla.
5. Mencari Penyebab Dan Mencari Solusi
Ketika pikiran anda mulai tenang, cobalah untuk mencari sumber permasalahan dan
bagaimana untuk menyelesaikannya dengan cara terbaik. Untuk memudahkan gunakan secarik kertas kosong dan sebatang pulpen untuk menulis daftar masalah yang anda hadapi dan apa saja kira- kira jalan keluar atau solusi masalah tersebut. Pilih jalan keluar terbaik dalam menyelesaikan setiap masalah yang ada. Mungkin itu semua akan secara signifikan mengurangi beban pikiran anda.
6. Ingin Menjadi Orang Baik
Orang baik yang sering anda lihat di layar televisi biasanya adalah orang yang kalau marah tetap tenang, langsung ke pokok permsalahan, tidak bermaksud menyakiti orang lain dan selalu mengusahakan jalan terbaik. Pasti anda ingin dipandang orang sebagai orang yang baik. Kalau ingin jadi penjahat, ya terserah anda. Hehee
7. Cuek Dan Melupakan Masalah Yang Ada
Ketika rasa marah menyelimuti diri dan kita sadar sedang diliputi amarah maka bersikaplah masa bodoh dengan kemarahan anda. Ubah rasa marah menjadi sesuatu yang tidak penting. Misalnya dalam hati berkata :
“ya ampun…. sama yang kayak begini aja kok
bisa marah, nggak penting banget sich…!” Hwhehee….
8. Berpikir Rasional Sebelum Bertindak
Sebelum marah kepada orang lain cobalah anda memikirkan dulu apakah dengan masalah tersebut anda layak marah pada suatu tingkat kemarahan. Terkadang ada orang yang karena diliatin sama orang lain jadi marah dan langsung menegur dengan kasar mengajak ribut / berantem. Masalah sepele jangan dibesar- besarkan dan masalah yang besar jangan disepelekan.
9. Diversifikasi Tujuan, Cita-Cita Dan Impian Hidup
Semakin banyak cita-cita dan impian hidup anda maka semakin banyak hal yang perlu anda raih dan kejar mulai saat ini. Tetapkan impian dan angan hidup anda setinggi mungkin namun dapat dicapai apabila dilakukan dengan serius dan kerja keras. Hal tersebut akan membuat hal-hal sepele tidak akan menjadi penting karena anda terlalu sibuk dengan rajutan benang masa depan anda. Mengikuti nafsu marah berarti membuang-buang waktu anda yang berharga.
10. Kendalikan Emosi Dan Jangan Mau Diperbudak Amarah
Orang yang mudah marah dan cukup membuat orang di sekitarnya tidak nyaman sudah barang tentu sangat tidak baik .Kehidupan sosial orang tersebut akan buruk. Ikrarkan dalam diri untuk tidak mudah marah. Santai saja dan cuek terhadap sesuatu yang tidak penting. Tujuan hidup anda adalah yang paling penting. Anggap
kemarahan yang tidak terkendali adalah musuh besar anda dan jika perlu mintalah
bantuan orang lain untuk mengatasinya.
B. Cara Untuk Meredam Emosi / Amarah Orang Lain.
Untuk meredam amarah orang lain sebaiknya kita tidak ikut emosi ketika menghadapi orang yang sedang dilanda amarah agar masalah tidak menjadi semakin rumit. Cukup dengarkan apa yang ingin ia sampaikan dan jangan banyak merespon. Tenang dan jangan banyak hiraukan dan dimasukkan dalam hati apa pun yang orang marah katakan. Cukup ambil intinya dan buang sisanya agar kita tidak ikut emosi atau menambah beban pikiran kita.
Jika marahnya karena sesuatu yang kita perbuat maka kalau bukan kesalahan kita jelaskanlah dengan baik, tapi kalau karena
kesalahan kita minta maaf saja dan selesaikanlah dengan baik penuh ketenangan batin dan kesabaran dalam mengatasi semua kemarahannya. Lawan api dengan air, jangan lawan api dengan api. Semoga berhasil menjinakkan emosi rasa marah anda.
INGAT…!
Menurut rumus dan formulasi dari saya
Marah + Emosian = Buang waktu& Energi.
Dan terlebih penting, jaga sikap kita agar tidak menyinggung orang lain apalagi sampai menimbulkan kemarahan.
Semangat…!